REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengaku bakal menggenjot pembangunan pembangkit listrik di empat provinsi dengan elektrifikasi terendah. BUMN itu akan meningkatkan elektrifikasi di Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua.
"Empat wilayah ini harus menyalip kencang. Harus dua kali lipat dibanding daerah lain," tegas Direktur Utama PLN Nur Pamudji, Ahad (10/2). Meski tantangan geografis di empat wilayah tersebut paling berat, ia menuturkan PLN komitmen untuk mengembangkan jaringan di wilayah-wilayah itu.
Dari dana elektrifikasi yang mencapai Rp 3 triliun, ia pun mengaku bakal memberi proporsi terbesar kepada keempat wilayah ini. "Kita akan proporsional. Semua memerlukan peningkatan rasio eletrifikasi," jelasnya.
Berdasarkan data PLN hingga akhir 2012, tingkat rasio elektrifikasi di seluruh wilayah Indonesia memang mencapai 73,1 persen. Tingkat elektrifikasi terendah berada di Papua hingga 33,1 persen. Provinsi dengan terendah kedua antara lain NTT dengan 53,2 persen. Disususl NTB 53,3 persen dan Kalimantan Tengah dengan 56,6 persen.
Sementara, provinsi dengan rasio elektrifikasi tertinggi adalah DKI Jakarta sebesar 96,4 persen. Lalu Jawa Barat sebesar 92,8 persen. Ada pula Kalimantan Barat dengan tingkat rasio elektrifikasi sebesar 89,7 persen. Lalu Sulawesi Barat dengan rasio elektrifikasi sebesar 89,3 persen.
Di 2013 ini, PLN menargetkan rasio elektrifikasi di seluruh Tanah Air mencapai 75,1 persen. Di 2016 nanti, rasio elektrifikasi dipatok sebesar 83,4 persen.
Sebelumnya, PLN menuturkan membutuhkan dana hingga 64,9 miliar dolar AS untuk membangun sarana pembangkit, transmisi dan distribusi tenaga listrik dari 2013 hingga 2021. Dana itu bukan hanya berguna untuk membangun seluruh proyek PLN, tapi juga independent power producer (IPP) yang dibangun bersama pihak swasta.
PLN menuturkan harus mencari pijaman dengan beragam skema mulai dari penerusan pinjaman dari luar negeri (two step loan) hingga penerbitan obligasi. Beberapa tahun terakhir misalnya, PLN telah mencari dana dari sejumlah lembaga keuangan seperti lembaga keuangan multilateral (IBRD, ADB) dan bilateral (JICA, AFD) untuk mendanai proyek-proyek kelistrikan yang besar.
Berdasarkan data PLN, guna mengembangkan pembangkit transmisi dan distribusi sampai 2021 di Jawa-Bali, pihaknya membutuhkan dana investasi 34,7 miliar dolar AS. Sementara untuk proyek pembangkitan listrik PLN membutuhkan dana 20,2 miliar dolar AS.
Untuk penyaluran dan distribusi di wilayah Indonesia Barat, sampai 2021, dibutuhkan 17,8 miliar dolar AS. Sedangkan di Indonesia Timur dibutuhkan dana hingga 12,4 miliar dolar AS.