REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan siap menghadapi gugatan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) jika partai bentukan mantan gubernur DKI Jakarta Soetiyoso itu tidak terima putusan KPU.
"Kami menyiapkan hal-hal yang menjadi obyek sengketa, melihat apa saja yang dipersoalkan dan tentunya menyiapkan alat bukti dan keterangan," kata Ketua KPU, Husni Kami Manik di Jakarta, Senin (11/2).
KPU memutuskan tidak akan menjalankan putusan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk mengikutsertakan PKPI sebagai peserta tambahan pada bursa Pemilu 2014. Surat Keputusan bernomor 94/KPU/II/2013 itu menyatakan bahwa putusan Bawaslu menyalahi wewenang dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu.
"Bawaslu tidak punya kompetensi mengubah peraturan KPU sehingga mereka melompat ke tahap mengoreksi pelaksanaan verifikasi faktual dan menyatakan PKPI memenuhi syarat," kata Komisioner KPU Ida BUdhiati.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum pasal 259 ayat 1, KPU memiliki hak untuk memutuskan hal terkait sengketa Pemilu yang berhubungan dengan verifikasi parpol peserta Pemilu. Hal tersebut berarti, hasil rekomendasi Bawaslu terhadap PKPI tidak bisa dijalankan begitu saja oleh KPU.
"Keputusan Bawaslu mengenai penyelesaian sengketa Pemilu merupakan keputusan terakhir dan mengikat kecuali keputusan terhadap sengketa Pemilu yang berkaitan dengan verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota," demikian bunyi ayat tersebut.
Bawaslu tidak konsisten dalam memberikan penilaian terhadap keterangan yang diberikan oleh KPU selama persidangan ajudikasi.
Di satu sisi, keterangan KPU kabupaten/kota dan KPU provinsi menjadi alat bukti karena bagian integral dari KPU secara institusional, sementara di sisi lain keterangan KPU Provinsi dianggap tidak memiliki nilai pembuktian di sejumlah daerah tertentu.
KPU provinsi diperlakukan berbeda secara hukum ketika mempersoalkan verifikasi di sejumlah kabupaten dalam satu provinsi. Di Jawa Tengah, misalnya, ada beberapa daerah yang dipersoalkan, seperti Kabupaten Kudus, Klaten, Kendal, Demak, Grobokan dan Sukoharjo.
"Untuk kasus di Kabupaten Klaten, keterangan KPU Provinsi dapat diterima dan menjadi alat bukti. Tapi di Kabupaten Grobokan, keterangan KPU Provinsi tidak dapat diterima dengan alasan KPU Provinsi tidak mengalami, mendengar dan melihat sendiri proses verifikasi. Jadi ada inkonsistensi Bawaslu dalam menilai keterangan KPU," jelas Ida.