REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Maraknya kasus trafficking di wilayah Surabaya, menurut Kapolres Tanjung Perak, AKBP Anom Wibowo dikarenakan banyak anak-anak yang saat ini sudah tidak mempercaiyai orang tua dan keluarganya sebagai tempat bertumpu.
Mereka, jelas Anom, lebih mempercayai teman atau bahkan orang lain sekalipun yang dikenalnya dibanding orang tua mereka sendiri.
Karena itu, ia menekankan perlunya orang tua dan keluarga memberikan ruang sharing dan komunikasi dengan anak. Mereka, terang Anom, perlu wadah untuk menumpahkan semua permasalahan. Disinilah kunci persoalannya, ketika mereka sedang mengalami masalah di keluarga maupun di sekolah, mereka memilih curhat ke temannya.
"Akhirnya, oleh temannya dipengaruhi untuk melakukan hal-hal negatif, seperti minum-minuman, narkoba, dan sampai trafficking. Karena di usia remaja mereka masih mencari jati dirinya," ungkapnya saat mendampingi Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya ke sekolah-sekolah untuk mencegah tindakan trafficking, Kamis (14/2).
Dalam kunjungan ke sekolah-sekolah melalui pencegahan trafficking, Pemkot Surabaya dan pihak kepolisian juga membawa psikiater anak. Tujuannya adalah memberikan ruang kepada siswa untuk bisa menceritakan persoalan yang dihadapi.
Sehingga, mereka tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif. Tak luput, para siswa juga diperiksa darah untuk mengetahui apakah ada siswa yang menggunakan narkoba. Kasus trafficking di Surabaya memang terbilang masih cukup tinggi. Kasus trafficking terjadi terutama pada wilayah prostitusi dan narkoba yang melibatkan anak dibawah umur.