REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah Presiden AS Barack Obama, Senin (25/2), mendesak Palestina dan Israel agar menahan diri, sementara ketegangan tinggi sehubungan dengan perlakuan tahanan Palestina.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Partick Ventrell mengeluarkan seruan itu, saat kematian seorang tahanan Palestina di dalam penjara Israel pada Sabtu (23/2) dan mogok makan oleh ribuan tahanan telah membuat marah rakyat Palestina serta memicu protes dan kerusuhan yang meluas.
Bentrokan antara tentara Yahudi dan pemrotes Palestina mendominasi Tepi Barat Sungai Jordan dalam beberapa hari belakangan, dan Israel telah menyampaikan "keprihatinan mengenai kemungkinan Intifada (perlawanan bersenjata) ketiga" di Tepi Barat.
"Kami menyeru Israel dan Palestina agar sekuat mungkin menahan diri sementara situasi di Tepi Barat tetap tegang," kata Ventrell kepada wartawan dalam taklimat rutin sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa pagi. Ia menyatakan Washington pesan tersebut langsung kepada kedua pihak.
"Semua pihak mesti sungguh-sungguh mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan mereka, terutama pada saat yang sangat sulit ini," katanya. "Kami mendesak Palestina dan Israel, bukan hanya untuk menahan diri dari tindakan provokatif yang bisa merusak kestabilan di lapangan, tapi mempertimbangkan langkah positif untuk menegakkan kembali kepercayaan dan menurunkan ketegangan saat ini."
Otopsi mengungkapkan Arafat Jaradat, tahanan Palestina yang berusia 30 tahun, meninggal akibat siksaan. Kematiannya membuat ribuan tahanan Palestina mogok makan pada Ahad untuk memperlihatkan solidaritas buat dia.
Ratusan tahanan lagi melanjutkan mogok makan untuk hari kedua pada Senin, saat rakyat Palestina telah melancarkan protes selama berhari-hari untuk mendukung saudara mereka di penjara Israel, terutama empat tahanan yang mogok makan selama berbulan-bulan sebagai protes atas penahanan mereka.
Mereka sudah lama ditahan tanpa proses pengadilan.