REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW-- Rusia mendesak Amerika Serikat pada Selasa (26/2) untuk menekan oposisi Suriah agar mengadakan pembicaraan langsung dengan Damaskus. Hanya saja Rusia khawatir garis keras kini telah berkuasa di antara lawan-lawan Presiden Bashar al-Assad.
Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov mengatakan, sebelum berangkat ke Berlin untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri John Kerry, menlu baru AS itu tampaknya memahami gravitasi dari krisis di Suriah.
Dia mengatakan Washington perlu menyakinkan oposisi Suriah untuk mendesakkan tuntutan bahwa Bashar harus meninggalkan kekuasaan sebelum pembicaraan dapat dimulai.
"Dalam kontak kami dengan negara-negara yang dapat mempengaruhi pihak-pihak di Suriah, kami melihat pemahaman menguat untuk mempengaruhi pemerintah dan juga oposisi, sehingga mereka tidak datang ke meja perundingan dengan prasyarat tidak realistis untuk memulai dialog," kata Lavrov
Pernyataan itu disampaikan setelah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Belanda, Frans Timmermans. "Ini menjadi tema yang kita bahas bersama John Kerry. Dalam percakapan terkini di telepon, saya mendapat kesan bahwa kita memiliki pemahaman sama mengenai situasi memburuk di Suriah."
Moskow dan Washington berseberangan dalam perkara Suriah. Sementara di sana, 70.000 orang telah tewas dalam konflik yang berlangsung hampir dua tahun. Pertikaian itu dipicu ketika Bashar menggunakan tindakan keras terhadap protes jalanan terhadap pemerintahnya.
Rusia telah menjadi sekutu setia Bashar. Bersama China, Rusia memblokir tiga resolusi Dewan Keamanan PBB yang ditujukan menekan presiden Suriah itu untuk mengakhiri kekerasan. Sementara, Washington telah memihak oposisi Suriah dalam mengupayakan penurunan Bashar dari kekuasaan.