REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seiring meningkatnya ancaman keamanan bersifat asimetris, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) akan mengaktifkan tim kerja khusus untuk menanggulangi itu. Desk untuk menghadapi ancaman kimia, biologi, nuklir, dan bahan peledak tersebut dinamakan Desk of Chemical, Biological, Radiologycal, Nuclear and Explosives (CBRN-E).
Staf Ahli Menteri Pertahanan Bidang Keamanan Mayjen Hartind Asrin menjelaskan pengaktifan Desk CBRN-E tersebut terkait dengan situasi di dunia yang harus diantisipasi sedini mungkin. Dia mengatakan pemerintah dan masyarakat saat ini belum mewaspadai adanya ancaman CBRN-E sebagai senjata nonmiliter yg dapat melemahkan keamanan nasional.
Sehingga, kata dia, untuk menghadapi ancaman asimetris warefare bersifat nonmiliter tersebut, pemerintah belum memiliki kebijakan tentang penanganan ancaman CBRN-E yang terintegratif dan komprehensif.
"Kendala lain adalah belum adanya suatu badan nasional sebagai Leading Sector dalam kewaspadaan menghadapi ancaman CBRN-E," katanya dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (27/2).
Hartind mengungkapkan, pada dasarnya Desk CBRN-E di Kemenhan sudah terbentuk pada 4 Juni 2012 berdasarkan Keputusan Menteri Pertahanan. Namun, struktur organisasinya baru terbentuk Tahun 2013, dengan tim pengarahnya diketuai Menhan Purnomo Yusgiantoro.
Dia melanjutkan, meski tim kerja internal sudah terbentuk, namun untuk menyempurnakannya Desk CBRN-E itu masih memerlukan pakar dari lintas kementerian. Pihaknya menyatakan, tengah mencari orang yang menguasai bidang kimia, biologi, nuklir, dan bahan peledak.
Kemenhan, kata Hartind, masih menyusun road map penanganan CBRN-E, termasuj mengidentifikasi kapasitas tugas dan tanggung jawab serta kewenangan dari setiap stake holder. Selain itu, pengumpulan data mengenai analisis jenis dan jumlah ancaman CBRN-E yang berpotensi akan terjadi masih dilakukan secara internal Kemenhan.