REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat birokrasi Universitas Indonesia (UI), Irfan Ridwan Maksum, mengaku prihatin dengan banyaknya anggota DPRD yang terjerat kasus hukum. Menurutnya, itu bisa saja bersifat institusional dan noninstitusional.
Yang institusional, katanya, karena sistem keuangan negara dan pemerintahan daerah kurang dipahami oleh anggota dewan.
Parahnya, tuding Irfan, mereka seringkali tidak memahami bahwa otonomi daerah itu isinya tanggung jawab mengatur dan mengurus anggaran. "Mereka lebih suka mengurus uangnya saja," kata Irfan, Kamis (28/2).
Dia melanjutkan, kalau masalahnya noninstitusional, bisa jadi sistem politik belum direformasi dengan baik. Sehingga banyak anggota dewan terjebak melakukan pelanggaran hukum, khususnya korupsi.
Sistem pencegahan dalam pengelolaan anggaran, kata Irfan, sangat mungkin tidak mampu mengeliminasi sifat serakah manusia yang hanya mau mengeruk uang negara demi kepentingan pribadi. Sementara kerja untuk rakyat tidak pernah dijalankan.
"Sistem sosial juga menyuburkan praktik korupsi, seperti budaya upeti dan patron client," katanya.