REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK tidak akan menghentikan penyidikan terhadap tersangka Anas Urbaningrum dalam kasus korupsi dugaan penerimaan hadiah berkaitan dengan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di Hambalang.
"Tanggapan saya terhadap pernyataan yang dikatakan pengacara Anas, KPK tidak bisa menghentikan penyidikan," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Jumat (1/3).
Pengacara Anas Urbaningrum, Firman Wijaya pada hari yang sama menyerahkan surat kepada pimpinan Komite Etik dan pimpinan KPK agar proses penyidikan kliennya ditunda sementara masih berlangsung penyidikan pembocor 'draft' surat perintah penyidikan Anas.
"Kami minta penyidikan ditunda sementara sampai Komite Etik menghasilkan keputusan, demi integritas," ungkap Firman.
Namun Johan mengatakan bila satu kasus sudah ke tingkat penyidikan maka tidak dapat dihentikan. "Ketika kasus sudah naik ke penyidikan tentu tidak bisa dihentikan, KPK tidak bisa mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), kalau kami menghentikan penyidikan kami melanggar undang-undang," kata Johan menjelaskan.
Johan menegaskan penyidikan untuk Anas masih berjalan. "Penyidikan untuk tersangka AU masih terus berjalan, sekarang masih dalam proses pemeriksaan saksi-saksi," tambah Johan.
Salah satu orang yang sudah dipanggil KPK sebagai saksi Anas adalah anggota Komisi II DPR dari FPD Ignatius Mulyono yang mengakui dimintai tolong Anas untuk mengambil surat dari Badan Pertanahan Nasional terkait proyek Hambalang.
Johan menambahkan proses Komite Etik tidak mempengaruhi penyidikan Hambalang. "Jadi proses di Komite Etik itu proses lain, proses pro yustisia terhadap Hambalang dengan tersangka AU di tempat lain, jangan dicampuradukkan, KPK tidak mungkin menghentikan proses penyidikan," ungkap Johan.
Dalam kasus ini Anas disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ancaman pidana pelanggar pasal tersebut adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp 200 sampai satu miliar rupiah.
Informasi yang dikumpulkan, KPK menduga Anas menerima hadiah barang dan uang saat ia masih menjabat sebagai anggota Komisi X DPR yang antara lain membawahi bidang pendidikan, pemuda dan olahraga.
Selain Harrier, mantan bendahara umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin yang sudah divonis 4 tahun 10 bulan dalam kasus korupsi Wisma Atlet Palembang juga meyakini ada penyerahan uang Rp 100 miliar dari PT Adhi Karya untuk Anas melalui orang dekat Anas, Machfud Suroso, yang juga Komisaris PT Dutasari Citralaras, perusahaan subkontraktor yang mengerjakan proyek Hambalang. Namun Anas telah membantah pernyataan Nazar tersebut.