REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA- Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Neneng Sri Wahyuni diagendakan menjalani persidangan dengan agenda pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (14/3). Namun Neneng tetap berdalih sakit, sidang pun tetap dilanjutkan secara in absentia atau tanpa kehadiran terdakwa.
"Majelis mengambil sikap yang lain yaitu berdasar pasal 12 ayat (2) Undang Undang Nomor 48/2009 tentang kekuasan kehakiman, dalam hal terdakwa tidak hadir, putusan dapat tetap dibacakan. Silahkan Penuntut Umum untuk membawa terdakwa ke rumah sakit," kata Ketua Majelis Hakim, Tati Hadianti dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (14/3).
Persidangan tersebut dimulai sekitar pukul 12.30 WIB. Neneng Sri Wahyuni terlihat hadir dalam persidangan dengan memakai baju dan kerudung hijau muda. Saat masuk ke dalam ruang sidang, Neneng duduk di kursi beroda dan dipapah beberapa orang.
Neneng juga terdengar beberapa kali meringis kesakitan. Ketua majelis hakim, Tati Hadianti pun menanyakan Neneng sedang sakit apa. "Diare, saya lemas," kata Neneng Sri Wahyuni dengan suara pelan dan meringis dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (14/3).
Sebelumnya jadwal sidang pembacaan putusan terhadap Neneng seharusnya dilakukan pada 7 Maret 2013 lalu. Namun sidang dibatalkan karena Neneng masih dirawat di rumah sakit karena penyakit diare.
Tati Hadianti mengatakan jika majelis hakim telah memberikan surat pembantaran ke rumah sakit kepada Neneng pekan lalu. Namun dua hari sudah sembuh tapi kemudian masuk rumah sakit lagi. Tati pun menanyakan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengenai kondisi kesehatan terdakwa Neneng.
Salah seorang JPU KPK, I Kadek Wiradana mengatakan pihaknya sudah meminta tim dokter KPK untuk ikut mengecek kesehatan Neneng sebelum dibawa ke Pengadilan Tipikor Jakarta. Tim dokter KPK telah menyimpulkan jika Neneng sudah dapat mengikuti persidangan. Surat hasil keterangan tim dokter KPK kemudian diberikan kepada majelis hakim.
"Ini surat keterangan dari dokter KPK dengan kesimpulan pasien bisa mengikuti persidangan," kata Tati Hadianti sambil memegang surat dari tim dokter KPK.
Kuasa hukum Neneng, Rufinus Hutauruk tidak sependapat dengan kesimpulan tim dokter KPK. Menurutnya Neneng kondisinya tidak dapat menjalani persidangan. Ia pun meminta sidang kembali diundur.
"Saat diskusi, jawab saya juga tidak bisa. Diare dan maag akut terus berjalan, pendengarannya juga terganggu, kondisi lemas. Saya tidak tahu pemeriksaan itu (tim dokter KPK), tidak lihat. Mengingat kondisi Neneng, mohon diundur, menunggu kesehatan yang bersangkutan," kata Rufinus Hutauruk.
Tati Hadianti mengatakan dari pengalaman yang sudah-sudah, ia mengakui jika dalam persidangan, majelis hakim menerima alasan kondisi terdakwa yang sakit. Maka itu, majelis hakim memerintahkan terdakwa untuk dirawat di rumah sakit untuk kesehatannya.
Namun begitu, karena terbatasnya waktu penahanan dan persidangan yang juga berlarut-larut, untuk memperlancar persidangan agar masa tahanan tidak habis sebelum diputus, maka majelis hakim tetap melanjutkan persidangan dengan pembacaan putusan pada hari ini. Majelis hakim berdasarkan pada pasal 12 ayat 2 UU Nomor 48/2009 tentang persidangan dapat dilanjutkan tanpa kehadiran terdakwa atau in absentia.
"Kami keberatan, yang mulia," kata Rufinus Hutauruk. Kemudian Tati mengatakan agar keberatan tersebut dicatat. "Kami juga pergi," ucap Rufinus. Seluruh kuasa hukum Neneng pun ke luar ruang persidangan seiring dengan Neneng yang dibawa JPU KPK untuk dirawat ke rumah sakit.
"Penasihat hukum harus di luar sidang juga," tegas Tati. Majelis hakim pun membacakan putusan terhadap terdakwa Neneng Sri Wahyuni dengan tebal 316 halaman tersebut.