REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI yang akan diselenggarakan, Ahad (17/3) di Hotel Borobudur, Jakarta, tak menjadi akhir dari kebobrokan sepak bola Indonesia. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di dalam tubuh PSSI sebagai federasi sepak bola Indonesia.
KLB sejatinya membahas tiga agenda. Yakni unifikasi liga, pengembalian empat anggota Komite Eksekutif (exco) dan revisi statuta. Selain tiga poin itu, sebetulnya ada banyak hal yang seharusnya segera dientaskan dari sepak bola Tanah Air.
Aktifis Save Our Soccer (SOS) Apung Widadi mengatakan, penyelenggaraan KLB hanya sekadar formalitas menjalani instruksi FIFA agar tidak dikenakan sanksi. "Wala pun berjalan lancar (kongres), kebobrokan PSSI menangani sepak bola tidak akan berakhir," kata Apung di Jakarta, Sabtu (16/3).
Karena, tambah Apung, ada beberapa akar masalah penyebab kerusakan sepak bola Indonesia yang hingga kini belum terselesaikan.
Pertama, PSSI wajib melakukan instropeksi dengan tidak menyertakan orang-orang politik mengurus sepak bola. "Tendang politik dari sepak bola Indonesia," ucap Apung.
Tak bisa dimungkiri, sepak bola Indonesia menjadi lahan bagi politikus untuk mendompleng nama demi mendapat perhatian dari masyarakat. Tak perlu merunut jauh ke belakang. Saat ini saja, hal itu sudah gamblang.
Contohnya, dengan ditunjuknya Bupati Kutai Timur, Isran Noor sebagai Ketua Badan Tim Nasional (BTN). Lembaga ini dibentuk Ketua Umum PSSI Djohar Arifin tanpa persetujuan anggota Komite Eksekutif PSSI. Yaitu, untuk mengambil alih segala pengelolaan timnas.
"Sepak bola harus diurus orang-orang yang benar mengerti sepak bola. Bukan orang-orang politik," tambah Apung.