REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain kandidat calon, mekanisme pemilihan ketua umum menjelang kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat mulai ramai diperbincangkan. Wacana pemilihan secara aklamasi disebut sebagai langkah yang akan diambil pada kongres yang akan berlangsung di Denpasar, Bali, akhir Maret nanti.
Ketua DPD Partai Demokrat Bali, Made Mudarta mengatakan pemilihan ketua umum secara aklamasi sah-sah saja. Karena bila bisa musyawarah mufakat, pemilihan ketua umu tak akan gaduh.
"Aklamasi bukan berarti tidak demokratis. Undang-undang juga bilang musyawarah mufakat itu paling mulia," kata Mudarta saat dihubungi Republika, Sabtu (16/3).
Selain itu, lanjut dia, nama calon ketua umum yang disodorkan bukan berarti murni keinginan majelis tinggi. Karena sebelum penyelenggaraan KLB diputuskan, ketua majelis tinggi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah mengumpulkan para ketua DPD di Cikeas.
Antara lain, untuk meminta masukan mengenai calon pengisi kursi ketua umum yang ditinggalkan Anas Urbaningrum. Artinya, kata dia, jika ada nama yang disodorkan nanti, itu bukan mutlak berasal dari majelis tinggi semata. Melainkan masukan-masukan dari DPD dan DPC yang sudah didiskusikan majelis tinggi.
"KLB itu forum tertinggi, suara tetap dari DPD dan DPC. Tapi kalau bisa dimusyawarahkan kenapa tidak. Toh voting itu langkah terakhir," ujarnya.
Mudarta pun menyatakan siap jika pemilihan ketua umum dilakukan secara aklamasi. Meski pun saat ini DPC Bali masih dalam tahap mempertimbangkan nama-nama yang dianggap laik menjadi ketum.
"Semua nama yang disampaikan majelis tinggi kami tampung. Pak Jero Wacik, Hadi Utomo, Syarief Hasan, Toto Rianto menurut kami cukup bagus," paparnya.