REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menanggapi kabar rencana eksekusi paksa kepada kliennya, kuasa hukum Komjen (Purn) Susno Duadji, Fredrich Yunadi, naik pitam. Dia merasa, kliennya telah menjadi korban kedzaliman kejaksaan yang ingin menyeret Susno ke penjara.
Dia pun menduga, ada oknum kejaksaan dibalik upaya yang dilakukan kepada Susno. Setengah mengancam dia berujar, agar oknum kejaksaan tersebut bersiap-siap menghadapi Polri. “Ini ada Oknumnya. Silakan oknum-oknum ini ngomong sesukanya, dalam waktu dekat malah mereka yang akan ditangkap penyidik Bareskrim,” kata dia, Selasa (19/3).
Fredrich mengatakan, mantan Kabareskirm ini tak dapat dimasukkan ke tahanan. Pasalnya, tak cuma soal putusan Mahkamah Agung (MA) yang dia katakan amarnya tak menyebut Susno harus ditahan, beberapa kali surat pemanggilan kepada kliennya ini juga cacat hukum.
Sebagai contoh, dalam pemanggilan pertama pada awal tahun 2013 ini, dia menemukan ada kesalahan nomor dalam surat eksekusi tersebut. Jaksa yang menandatangani surat tersebut bukan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan (Jaksel), melainkan Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus). Kesalahan paling besar kejaksaan, kata dia, adalah tidak digubrisnya putusan MA dalam kasus Susno ini. Putusan MA tidak ada kalimat yang menyebutkan bahwa Susno wajib ditahan.
Susno Duadji dua tahun lalu dinyatakan bersalah oleh PN Jaksel terkait penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari, dan diduga juga memangkas dana pengamanan Pilkada Jabar 2008. Dia lalu dipidana dengan hukuman kurungan 3,5 tahun dan denda Rp 200 juta subsaider enam bulan penjara. Selain itu, ia juga dihukum membayar uang pengganti kepada Negara sebesar Rp4 miliar.