Jumat 22 Mar 2013 15:15 WIB

Hadapi Sidang Etik Lagi, Ini Komentar KPU

Rep: Ira Sasmita/ Red: Mansyur Faqih
Ketua Komisi Pemilihan Umum, Husni Kamil Manik mengikuti sidang pertama dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh seluruh komisioner KPU yang digelar di ruang DKPP Gedung Bawaslu, Jakarta, Jumat (22/3).
Foto: Yasin Habibi
Ketua Komisi Pemilihan Umum, Husni Kamil Manik mengikuti sidang pertama dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh seluruh komisioner KPU yang digelar di ruang DKPP Gedung Bawaslu, Jakarta, Jumat (22/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali menghadapi sidang kode etik. Dalam persidangan yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), KPU menghadapi tujuh penggugat sekaligus. Sidang pertama digelar Jumat (22/3) dengan agenda mendengarkan aduan dari para penggugat.

Sementara KPU sebagai tergugat baru akan menanggapi satu per satu gugatan tersebut pada sidang selanjutnya yang direncanakan akan digelar Selasa mendatang. "Kami akan menjelaskan pada sidang berikutnya, kami akan merinci satu per satu dari materi aduan. Akan kami siapkan dulu," kata Ketua KPU Husni Kamil Manik, Jumat.

Menurut Husni, proses penyelesaian sengketa menyangkut verifikasi telah selesai di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN). Dari 15 parpol yang telah menuntaskan gugatan di PTTUN, disebutnya dua partai telah dikabulkan. Yakni Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Sedangkan gugatan 13 parpol lainnya ditolak PTTUN. 

Husni juga menegaskan KPU memiliki pertimbangan mendasar tidak melaksanakan keputusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait PKPI. Yakni pertimbangan hukum Pasal 259 UU Pemilu Nomor 8/2012 yang menyatakan bahwa keputusan Bawaslu bersifat final dan mengikat. Kecuali menyangkut verifikasi peserta pemilu. 

"Bawaslu memaksakan itu final dan mengikat, menurut kami tidak. Fatwa MA juga menjelaskannya dan sebenarnya sejalan," ungkapnya. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement