REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dinilai tidak bisa seenaknya menentukan lambang daerah secara sepihak. Pemprov diminta berkonsultasi dengan pemerintah pusat.
“Tidak serta merta ditetapkan,” kata politikus Partai Golkar asal Aceh Sayed Fuad Zakaria ketika dihubungi Republika, Rabu (27/3).
Kendati penetapan lambang daerah Aceh telah disepakati mayoritas fraksi di DPR Aceh, namun hal itu tidak berarti Pemprov Aceh mengabaikan pemerintah pusat. Fuad menyatakan, Kementerian Dalam Negeri harus dilibatkan. “Usulan dan pandangan fraksi harus dijadikan referensi pemerintah pusat,” ujarnya.
Penggunaan simbol-simbol GAM di Aceh pun disebut tidak mewakili aspirasi seluruh masyarakat Aceh. Fuad menyatakan, banyak masyarakat yang menolak penggunaan simbol GAM. Kebanyakan mereka adalah masyarakat yang berada di wilayah Aceh Tengah. “Tidak semua setuju dengan DPR Aceh,” katanya.
Fuad menilai wajar kontroversi seputar lambang daerah Aceh yang identik dengan simbol-simbol GAM. Ini menunjukan kekhawatiran bangkitnya kekuatan GAM di bumi Serambi Makah.
Fuad mendesak pemerintah pusat segera memangil unsure terkait di Aceh untuk menjelaskan duduk perkara ini. “Pemerintah pusat berhak memberi pertimbangan,” katanya.
Pemprov NAD menerbitkan qanun alias peraturan daerah (Perda) Nomor 3 tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh.
Kemendagri pun sedang mengkaji aturan tersebut dengan meninjau peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni UU Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah (PP) tentang Lambang Daerah, UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan peraturan lainnya di bidang pemerintahan.