Selasa 02 Apr 2013 13:53 WIB

Wartawan 'Bodrek' Bakal Sulit Masuki Gedung DPR RI

Rep: Ira Sasmita/ Red: Citra Listya Rini
Wartawan bodrek, ilustrasi
Wartawan bodrek, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Paripurna DPR RI baru saja mengesahkan peraturan terkait peliputan awak media di wilayah gedung parlemen. Peraturan yang baru disahkan itu dijamin tidak akan mempersulit pers yang meliput, melainkan untuk membasmi 'bodrek' alias wartawan dari media yang tidak jelas.

"Tidak ada upaya untuk mempersulit. Ini kan hanya untuk menertibkan wartawan yang tidak punya media (bodrek). Saya bisa berikan garansi lah," kata Wakil Ketua DPR dari Fraksi PDIP Pramono Anung kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/4).

Menurut Pramono, peliputan awak media di DPR RI tetap akan berjalan seperti biasa. Hanya saja secara administrasi memang dilakukan penertiban. 

Meski dalam pasal-pasal peraturan yang baru disahkan tersebut banyak kewajiban dan larangan yang harus dipatuhi wartawan, Pramono menjamin itu tidak akan menyulitkan para pencari berita.

Peraturan Peliputan Pers di DPR RI terdiri dari XI BAB dan 31 Pasal. Semua hak, kewajiban, dan mekanisme peliputan diatur secara lengkap. Setelah pada masa sidang sebelumnya sempat diinterupsi oleh beberapa anggota, pada sidang hari ini semua anggota menyatakan setuju. 

Dalam peraturan itu, wartawan yang dibolehkan meliput hanya wartawan cetak, penyiaran, dan siber yang memiliki kartu peliputan pers. Kartu peliputan wajib dipakai selama proses peliputan berlangsung. 

Mekanisme peliputan untuk setiap acara di DPR juga diatur. Saat meliput rapat, dilarang melakukan reportase di ruang rapat saat rapat sedang berlangsung. Aturan yang tertuang dalam Pasal 9 itu bertentangan dengan kebiasaan wartawan elektronik yang kerap melakukan reportase saat rapat berlangsung. 

Aturan cukup ketat diberlakukan pada peliputan acara kenegaraan. Semua wartawan peliput diwajibkan menggunakan pakaian resmi. Pada Pasal 20 dinyatakan bagi media televisi wajib mengajukan permohonan secara tertulis paling lambat tujuh hari sebelum acara kenegaraan berlangsung. 

Kameramen yang bertugas hanya dapat melakukan pengambilan gambar dari tempat yang ditentukan. Penempatan kamera juga diatur oleh bagian pemberitaan Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI. Kamera harus ditempatkan satu hari sebelum acara kenegaraan digelar.

Aturan yang sama juga diberlakukan bagi wartawan radio dan fotografer. Bedanya, penempatan perlengkapan siaran dan foto dilakukan paling lambat dua jam sebelum acara dilangsungkan. 

Sedangkan bagi reporter, aturannya tidak jauh berbeda. Permohonan peliputan diajukan tujuh hari sebelum acara digelar.  Penempatan reporter saat peliputan juga diatur oleh Setjen DPR RI.

 

Pada Pasal 28 juga diatur bahwa semua wartawan yang meliput berhimpun dalam suatu wadah Koordinator Wartawan DPR RI. Semua aktifitas peliputan dilakukan di tempat yang telah ditentukan oleh Setjen DPR RI. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement