REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR dari fraksi PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo mengkritisi pembatasan peliputan bagi insan pers yang tertuang dalam Peraturan Peliputan Pers DPR. "Mitra anggota DPR itu pers dan media. Maka sangat naif sekali kalau DPR membatasi peliputan," kata Tjahjo di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (2/4).
Saat ini saja, lanjut Tjahjo, DPR sudah dianggap sebagai lembaga elitis. Masyarakat merasa kesulitan untuk masuk ke dalam gedung parlemen. Bila pers juga dibatasi, maka kesan elitis DPR akan meningkat. "Lebih baik jadi istana DPR saja. Paspampers masukan saja ke DPR," ungkap Sekjen PDI Perjuangan tersebut.
Peraturan Peliputan Pers di DPR telah disahkan melalui sidang paripurna hari ini. Peraturan tersebut terdiri dari 11 bab dan 31 pasal. Semua hak, kewajiban, dan mekanisme peliputan diatur secara lengkap. Setelah pada masa sidang sebelumnya sempat diinterupsi oleh beberapa anggota, pada sidang hari ini semua anggota menyatakan setuju.
Dalam peraturan itu, wartawan yang dibolehkan meliput hanya wartawan cetak, penyiaran, dan online yang memiliki kartu peliputan pers. Kartu peliputan wajib dipakai selama proses peliputan berlangsung. Mekanisme peliputan untuk setiap acara di DPR juga diatur. Saat meliput rapat, dilarang melakukan reportase di ruang rapat saat rapat sedang berlangsung. Aturan yang tertuang dalam Pasal 9 itu bertentangan dengan kebiasaan wartawan elektronik yang kerap melakukan reportase saat rapat berlangsung.
Aturan cukup ketat diberlakukan pada peliputan acara kenegaraan. Semua wartawan peliput diwajibkan menggunakan pakaian resmi. Pada Pasal 20 dinyatakan bagi media televisi wajib mengajukan permohonan secara tertulis paling lambat tujuh hari sebelum acara kenegaraan berlangsung. Kameramen yang bertugas hanya dapat melakukan pengambilan gambar dari tempat yang ditentukan.
Penempatan kamera juga diatur oleh bagian pemberitaan Setjen DPR. Kamera pun ditempatkan satu hari sebelum acara kenegaraan tersebut digelar.Aturan yang sama juga diberlakukan bagi wartawan radio dan fotografer. Bedanya, penempatan perlengkapan siaran dan foto dilakukan paling lambat dua jam sebelum acara dilangsungkan.
Sedangkan bagi reporter, aturannya tidak jauh berbeda. Permohonan peliputan diajukan tujuh hari sebelum acara digelar. Penempatan reporter saat peliputan juga diatur oleh Setjen DPR.