Rabu 03 Apr 2013 03:11 WIB

Dakwah Kesehatan dengan Herbal

Rep: Agus Raharjo/ Red: Dewi Mardiani
Obat Herbal dalam bentuk kapsul. Ilustrasi.
Foto: Reuters
Obat Herbal dalam bentuk kapsul. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Herbal Muslim Indonesia (APHMI) sudah dideklarasikan 25 Maret 2013 lalu. Ini menjadi tanda melesatnya penerimaan produk herbal di masyarakat. Pasalnya, produk herbal bukan hanya menjual produk alami untuk kesehatan, tapi juga menjalankan fungsi dakwah Islam.

Ketua APHMI, Warsono, mengatakan dengan asosiasi ini, pengusaha herbal ingin memberi pendidikan bagaimana Islam memandang kesehatan dan penyakit. Bagaimana pengobatan yang diterapkan Nabi Muhammad. Selain itu, dalam menjalankan bisnisnya, pengusaha herbal muslim harus mengedepankan aspek 'halalan thoyyiban'.

Artinya, kata dia, semua produk herbal dijamin kehalalannya bukan hanya dari logo halal, tapi lebih dari. Itu sejak dalam hakikat pembuatan produk herbal. Selain itu, produk herbal juga harus 'thoyib', baik kualitas maupun khasiatnya. "Produk herbal dari pembuatan sampai penjualan dilakukan sesuai syariat Islam," katadia, Selasa (2/4).

Produk-produk herbal sangat memerhatikan segi kehalalan. Artinya, kalau ada unsur penipuan dalam produk herbal, misalnya dicampur bahan kimia, sudah bukan lagi halal. Menurut Warsono, lahirnya APHMI ini juga untuk menjaga kehalalan produk-produk herbal itu.

Selain itu, APHMI menjaga persaingan antar pengusaha herbal tetap sehat. Sebab, ada kecenderungan produsen mengurangi kualitas produknya agar dapat dijual dengan harga murah. Padahal, kualitas dan keaslian produk menentukan kepercayaan pelanggan.

Melalui asosiasi ini juga, akan dilakukan pembinaan dan pelatihan terkait produk maupun upaya untuk memeroleh perizinan dari pemerintah. APHMI ingin pengusaha herbal mampu menjadi pesaing produk-produk kesehatan yang sudah ada dengan tata cara yang baik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement