REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR TENGAH -- Sebagian besar warga di Kampung Babakan Fakultas, Kelurahan Tegal Lega, Kecamatan Bogor Tengah, memprotes rencana pembangunan apartemen Botanical Residence. Selain itu, penolakan juga datang dari warga Komplek Perum IPB Baranangsiang 3.
Rencananya apartemen Botanical Residence itu dibangun di atas lahan seluas tiga ribu meter persegi. Apartemen itu pun akan berdiri 20 lantai. Berdasarkan pantauan, pembangunan itu memang belum berjalan. Namun sebagian besar warga di daerah tersebut sudah memprotes rencana pembangunan itu.
Menurut mereka, pembangunan apartemen itu dikhawatirkan bakal mengganggu aktivitas warga yang ada di tepi sungai. Selain itu, akses jalan menuju lokasi itu juga cukup kecil.
"Pembangunannya terlalu dekat dengan rumah warga dan dekat dengan sungai. Kalau ada bangunan beton di situ takutnya bakal merugikan warga setempat," kata Amin, salah satu warga Kampung Babakan Fakultas, Kamis (4/4).
Selain itu, warga juga mengklaim belum pernah memberikan izin untuk pembangunan apartemen itu. Memang sempat ada tiga kali pertemuan antara warga dengan PT Laksana Eka Marga (LEN), selaku pihak pengembang Botanical Residence. Tapi pertemuan itu tidak dihadiri pejabat berwenang setempat.
Hal ini diungkapkan salah satu Ketua RW yang wilayahnya terkena rencana pembangunan apartemen itu. "Saya merasa tidak pernah dilibatkan dalam pertemuan itu. Seolah-olah saya seperti tidak dianggap," tutur Ketua RW 08, Kampung Babakan Fakultas, Kamidi, kepada Republika.
Ketika dikonfirmasi ke pihak Kelurahan Tegal Lega, pihak kelurahan ternyata juga belum memberikan rekomendasi perizinan terkait pembangunan apartemen tersebut. Hal ini lantaran pihak kelurahan masih menerima penolakan dari warga.
Menurut Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan Kelurahan Tegal Lega, Kurniati, ada tiga RW dan juga warga Komplek Perum IPB Baranangsiang 3 yang masih menolak rencana pembangunan tersebut. Dia menyebut, alasan warga menolak karena pembangunan itu bakal menutup akses jalan kampung yang cukup kecil dan pembangunan itu belum memiliki AMDAL.
Selain itu, warga menilai kontur tanah yang labil bisa membuat kerusakan lingkungan dan rawan bencana. Tiga kali pertemuan yang sempat dilakukan, ujar Kurniati, ternyata belum memberikan hasil yang diinginkan baik pihak pengembang maupun warga setempat. "Jadi kami belum bisa menerbitkan rekomendasi perijinan mendirikan bangunan," tuturnya.