REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid mengingatkan, agar Gubernur Aceh Zaini Abdullah tidak membuat kontroversi terkait bendera dan lambang Aceh.
Menurut dia, Qanun 3/2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh bisa dibatalkan kalau melanggar peraturan lebih tinggi, khususnya Peraturan Pemerintah (PP) 77/2007.
Pasalnya, bendera yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) itu sangat serupa dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM). “Secara keseluruhan atau secara umum tidak boleh mirip atau sama dengan bendera gerakan separatis,” kata Ahmad di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (5/4).
Anggota DPR asal Aceh itu heran, mengapa Gubernur Aceh mengusulkan bendera yang membuat gerah pemerintah pusat.
Pasalnya, dalam pertemuan di Hotel Sultan, Jakarta pada 17 Desember 2012, semua tokoh Indonesia kompak menyarankan agar bendera Aceh mengacu pada lambang Kesultanan Sultan Iskandar Muda.
Selain menunjukkan lambang kejayaan, bendera lambang kesultanan dianggap memunculkan semangat perjuangan warga Aceh, serta bakal mendapat persetujuan pemerintah pusat.
Mendapat usulan seperti itu, ungkap politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu, Gubernur Aceh itu tampak gembira dan terlihat semringah. “Jadi, yang tidak boleh bendera itu ditujukan untuk kedaulatan,” kata Ahmad.
Karena itu, ia mendukung penyerahan evaluasi 12 poin qanun oleh Kemendagri kepada Pemprov Aceh. Diharapkan, dalam waktu 15 hari, Pemprov Aceh secara bijak bisa menyikapi kebijakan pemerintah pusat yang berpegang pada nota kesepahaman (MoU) Helsinki pada 2005.