REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersangka tindak pidana oleh anggota militer tidak bisa diajukan ke pengadilan sipil. Hal ini terkendala dengan Undang-Undang (UU) yang secara normatif masih belum berubah.
Anggota Komisi III DPR Ahmad Yani mengatakan, belum berubahnya aturan menjadi penyebab ketimpangan vonis antara pengadilan sipil dan militer. "Kadang vonis di pengadilan militer lebih ringan, hanya indisipliner," ungkapnya saat dihubungi Republika, Ahad (7/4).
Yani menegaskan, apa yang bisa dilakukan adalah meminta pengadilan militer dilakukan secara terbuka. Keterbukaan ini, ujar anggota Fraksi PPP ini tak hanya dalam persidangan, namun dari proses penyidikan.
"Dimulai di polisi militer hingga auditor militer harus terbuka," ungkapnya. Yani menilai, kasus LP Cebobang yang melibatkan 11 oknum kopassus grup 2 Kartasura menjadi momentum bagi TNI.
Pengadilan militer yang digelar harus memenuhi rasa keadilan karena kasus Cebongan menjadi perhatian seluruh rakyat.
DPR pun, ujarnya, pernah membahas bagaimana seorang tersangka dari militer bisa diadili di pengadilan sipil. Namun, pemerintah menarik usulan UU tersebut hingga kini dan belum masuk prolegnas. "Kita legislatif menunggu saja," katanya.