Jumat 12 Apr 2013 18:25 WIB

OKI Tak Serius Bentuk Komisi HAM?

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Organisasi Kerja Sama Islam (OIC).
Organisasi Kerja Sama Islam (OIC).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Hak Asasi Manusia Organisasi Kerjasama Negara-negara Islam (OKI - IPHRC) mengaku sulit merumuskan konsep hak asasi manusia yang pas untuk negara-negara anggota.

Perdebatan mengenai konten pengaturan, menjadi persoalan yang butuh penyelesaian segera. Ketua IPHRC Siti Ruhaini Dzuhayatin mengatakan, sejak disetujui pembentukannya 2011 lalu, konsep hak asasi dan konten Islam masih didebat negara-negara anggota.

Negara-negara anggota konservatif, ujarnya, ragu menjadikan IPHRC sebagai instrumen penegakan hak asasi.

''Sampai sekarang, IPHRC baru sebatas instrumen promosi dan hanya berfungsi teknis menjelaskan konten HAM global (di negara-negara anggota),'' ujar Siti, saat menjadi pembicara dalam Lokakarya: Peran Indonesia Pada Komisi HAM OKI, di Jakarta, Jumat (12/4).

Menurut dia, kondisi tersebut sangat disayangkan. Padahal sejauh ini, kondisi penegakan HAM di negara-negara anggota, menjadi soroton penting di lingkup global.

Perdebatan, kata dia terjadi lantaran arah politik dan pandangan yang beda dari masing-masing anggota. Khusus negara-negara berbasis syariah, tentu saja bertanya banyak tentang konsep penegakan HAM.

Negara-negara ini, menurut Siti, beralasan, hegemoni barat terlalu dominan dalam pengertian HAM sekarang. Hal itulah yang kemudian mendorong penolakan.

PHRC merupakan komisi baru di OKI. Komisi ini dibentuk berdasarkan perlunya mengubah stigma barat mengenai kondisi penegakan HAM di negara-negara Islam.

etidaknya 18 dari 57 negara merasa perlunya membentuk komisi tersebut.Negara-negara itu sekaligus menjadi komisioner utama mewakili negara anggota.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement