Kamis 18 Apr 2013 19:48 WIB

Pakar: Skema Dua Harga BBM Inkonstitusional

BBM Bersubsidi (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
BBM Bersubsidi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada pilihan sebagai jalan untuk mengatasi persoalan BBM bersubsidi di dalam negeri. Salah satunya adalah dengan menerapkan dua harga. Namun, menurut pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan Bandung, Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf, sebaiknya pemerintah membatalkan pilihan tersebut.

Menurutnya, skema tersebut bertentangan dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan kalau diberlakukan, maka MK sudah  pasti akan membatalkannya, sehingga rencana ini hanya akan membuang energi saja. Pasal 33 ayat 3 berbunyi bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

"Pasal ini tidak membedakan antara rakyat miskin dan rakyat kaya. Rencana ini jelas membedakan rakyat antara si miskin dan si kaya dalam hal pelayanan negara. Dengan demikian maka upaya apapun akan percuma saja, karena pasti akan dibatalkan oleh MK,” ujar Asep dalam pernyataannya, Kamis (18/4).

Seperti diketahui pemerintah hampir dipastikan menerapkan rencana dual price BBM bersubsidi. Dengan skema dual price, maka BBM subsidi, baik jenis premium maupun solar, dijual dengan dua varian harga. Pertama, harga subsidi penuh Rp 4.500 per liter untuk angkutan umum dan sepeda motor. Kedua, harga berkisar Rp 6.500 - Rp 7.000 per liter untuk mobil pribadi lantaran subsidinya dikurangi.

“Seharusnya harga BBM tetap satu, mau dipertahankan atau dinaikan tanpa perbedaan. Semuanya harus sama merasakan manfaat dari BBM bersubsidi saat ini atau merasakan dampak kenaikan BBM. Disini kewajiban pemerintah seharusnya membangun prasarana untuk rakyat yang lebih baik seperti kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dan lain-lainnya,” jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement