Kamis 18 Apr 2013 20:54 WIB

'Kebijakan Konversi Pemerintah Setengah Hati'

Rep: S Bowo Pribadi/ Red: Fernan Rahadi
Direktur eksekutif Economics, Industry and Trade (Econit), Hendri Saparini
Direktur eksekutif Economics, Industry and Trade (Econit), Hendri Saparini

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pengamat Ekonomi Econit, Hendri Saparini menilai pemerintah tidak jelas dalam melaksanakan kebijakan konversi penggunaan minyak ke gas. Akibatnya, kebijakan strategis dalam mengurangi beban subsidi BBM ini masih jauh dari harapan.

Menurut Hendri, jika pemerintah ingin mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) harus dilakukan dari dua sisi. Jika suplainya murah, berarti subsidi BBM-nya akan turun. Begitu pula jika permintaan turun, maka subsidi BBM-nya pasti juga akan turun.

Beberapa tahun lalu, untuk kebijakan konversi sudah disediakan anggarannya tetapi tidak diseksekusi oleh pemerintah dengan alasan karena anggarannya salah tempat yakni di anggaran 99 dan itu merupakan anggaran darurat.

“Padahal ini bisa dilakukan tanpa menggunakan anggaran darurat oleh Kementrian ESDM, sehingga tidak jadi,” ungkapnya, pada seminar ‘Restorasi Tata Kelola Migas Menuju Kemandirian dan Kedaulatan Energi Nasional’ di kampus Undip, Tembalang, Kamis (8/4).

Sekarang ini, lanjut dia, anggaran konversi ini diberikan lagi, tapi diberikan kepada Kementerian Perindustrian, kementerian ini masih harus belajar lagi.  “Ini membuktikan itikad untuk melakukan konversi ini juga tidak jelas,” katanya

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement