REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meskipun Yenny Wahid tidak jadi bergabung dengan Partai Demokrat (PD) yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), namun ia tetap bisa menyuarakan aspirasi rakyat. Ini diungkapkan oleh Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Saleh Partaonan Daulay, Jumat (19/4).
Melalui The Wahid Institute, kata Saleh, Yenny masih tetap bisa melakukan advokasi dan menyuarakan aspirasi masyarakat. “The wahid institute sendiri dapat berfungsi sebagai kekuatan penyeimbang dari kekuasaan pemerintah dan DPR,” katanya.
Menurut Yenny, ujar Saleh, tawaran SBY kepada Yenny untuk masuk ke partainya dinilai terlambat. Kader-kadernya sudah terlanjur banyak yang masuk ke partai lain. Namun menurut Saleh, sebenarnya Yenny batal masuk ke Demokrat karena tawaran yang diberikan SBY tidak menarik.
Mungkin tawaran tersebut jauh di bawah ekspektasi Yenny sendiri. Makanya Yenny berpikir untuk menunda berpolitik dulu. SBY sendiri, ujar Saleh, tidak mau mengulang kembali kasus Anas. Sebagai pendatang, Anas langsung melejit. Tetapi, kapabilitasnya jauh dari harapan SBY.
Yenny, lanjut Saleh, mungkin akan kembali ke politik lagi. Walaupun saat ini, belum ada tawaran yang pas. Sementara partai yang didirikannya tidak lolos seleksi KPU untuk ikut pemilu.