REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah tokoh politik Indonesia yang mengaku kerap dimata-matai oleh intelejen milik negara oleh penguasa di negeri ini dianggap sebuah asumsi tak berdasar.
Pengamat intelejen Indonesia Wawan Purwanto mengatakan presiden tak memiliki sedikit pun hak untuk menggunakan alat negara untuk kepentingan pribadi.
“Termasuk intelejen, mereka mengabdi bukan untuk perseorangan, tapi negara. Jadi, tuduhannya kurang tepat,” kata Wawan ketika dihubungi Republika di Jakarta, Ahad (21/4).
Wawan berujar memang faktanya orang pertama yang akan mengetahui segala info hasil pengamatan intelejen negara adalah presiden. Namun, hal tersebut tak serta merta membuat presiden merasa diri sebagai prioritas lantas dapat memanfaatkan intelejen.
Ditegaskan Wawan, intelejen digunakan oleh negara untuk mengawasi Situasi Keamanan Nasional (Sitkamnas), sehingga semua yang diawasi selalu seputar hal tersebut.
Bila pun memang ada sejumlah individu merasa diawasi intel, patut diduga mereka bisa saja memiliki sesuatu yang layak dikhawatirkan terkait terganggunya Sitkamnas di negeri ini.
“Tapi tidak lah, tak ada landasan presiden untuk lakukan itu. Intelejen murni untuk kepentingan negara,” ujar Wawan.
Wawan berpesan agar pihak yang merasa terganggu oleh orang-orang yang mengawasi pergerakan mereka layaknya menempuh jalur hukum. Pasalnya, bila memang terbukti presiden menyalahgunakan intelejen untuk kepentingan pribadi, meja hukum akan memroses hukum untuknya.
“Semua itu kan (tuduhan diawasi intel) hanya asumsi saja. Belum berdasar, nanti malah menjadi finah dan manambah-nambah masalah saja,” ujarnya.
Belakangan ini nama-nama tokoh politik menyampaikan unek-uneknya terkait perasaan mereka yang selalu diawasi intel. Mereka menggangap presiden ada dibalik ulah aksi intelejen tersebut.