REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina akan menerapkan sistem information technology (IT) untuk memonitor kebijakan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi harga ganda (Dual Price).
Kebijakan dua harga tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan dan penyelewengan di lapangan. Sistem IT berperan dalam memonitor dan mengawasi sejumlah transaksi di SPBU, Sabtu (27/4).
Vice President Corporate Communication PT Pertamina, Ali Mundakir memaparkan Sistem IT sangat diperlukan untuk melakukan pengawasan. "Ada atau tidak kebijakan dua harga IT tetaplah diperlukan dan harus dijalankan," katanya di Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu (27/4).
Sistem monitoring diperlukan untuk memantau kepada pemerintah. Sistem IT untuk memonitor setiap transaksi di SPBU. "Ada 5000 lebih SPBU dan 92.000 dispenser pompa yang harus diawasi," ucapnya.
Hal itu berdasarkan saran dari BPK harus jelas transaksi yang keluar dari setiap dispenser yang mengeluarkan. Ia mencotohkan apabila ada tangki yang transaksi di SPBU secara resmi tetapi kemudian terdapat penyelewengan seperti dikuras dan ditimbun.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Migas, Ibrahim Hasyim mengatakan menyikapi kebijakan BBM harga ganda memang diperlukan pengawasan lebih. "IT diharapkan dapat mengontrol kebijakan ini," tuturnya.
Ia juga berharap tidak terjadi kebocoran apabila adanya pengawalan sudsidi yang lebih baik. Wakil Sekretaris DPD 3 Hiswana Migas, Syarief Hidayat menuturkan kebijakan kenaikan harga BBM dua harga membuat pengawasan menjadi lebih rumit.
"Ada sekitar 5000 lebih SPBU yang harus diawasi," ujarnya. Menurutnya, Hiswana Migas segalanya harus dipersiapkan agar tidak terjadi benturan di lapangan.
Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengakui pengawasan memang diperlukan namun dengan adanya sistem IT justru membutuhkan anggaran yang besar dan membebani negara. Menurutnya anggaran untuk sistem IT adalah Rp 800 miliar hal itu rentan meninggikan kebocoran pada subsidi.