REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Mesir mundur dari Konferensi Non-Proliferation Treaty (NPT) yang telah berlangsung tujuh hari. Mesir melakukan aksi walk out ini sebagai protes terhadap mandeknya implementasi resolusi Timur Tengah Bebas Nuklir di tahun 1995.
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Mesir menyatakan menarik diri dari pembicaraan Nuklir dunia tersebut, Senin (29/4). Mesir merasa negara-negara lain tidak bertindak agresif untuk melucuti nuklir mereka dari Timur Tengah.
''Kita tak bisa menunggu selamanya, (yang lain) melaksanakan resolusi itu,'' begitu pernyataan Kemenlu Mesir seperti dikutip dari MENA.
Mesir memandang setiap negara memikul tanggung jawab untuk melaksanakan perjanjian yang sah itu. Pemerintahan Kairo juga mengingatkan pesan kepada negara yang tak pernah menerima penandatangan NPT. Keberadaan negara yang tak menerima tersebut juga menimbulkan ketidakseriusan negara di Timur Tengah untuk membentuk daerah Zona Bebas Nuklir.
Pesan ini secara implisit ditujukan kepada Israel yang selama ini tidak menginformasi atau menandatangani perjanjian NPT. Selama ini negara Arab dan Iran menganggap nuklir Israel adalah ancaman bagi perdamaian dan keamanan Timur Tengah. Di sisi lain, pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Israel mengatakan zona bebas nuklir di Timur Tengah takkan bisa menjadi kenyataan sampai ada perdamaian Arab-Israel.
Menurut Asisten Menteri Luar Negeri Mesir, Hisham Badr, negaranya dan negara Arab lainnya telah bergabung dengan NPT karena mengerti perjanjian ini akan membuat Timur Tengah bebas dari nuklir. Namun, ada satu negara Timur Tengah yang lebih dari 30 tahun tak juga menandatangani NPT, yaitu Israel.