REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Adrianus Meliala menilai perilaku Komjen Pol (Purn) Susno Duadji yang menolak eksekusi hingga dinyatakan buron dapat berdampak buruk terhadap citra Polri sebagai bekas institusinya.
"Jadi ada semacam imbas dari perilaku Pak Susno yang kemudian merembes ke bekas lembaganya, Polri," kata Adrianus usai seminar bersama Kemenkumham di Cinere, Depok, Selasa.
Kriminolog UI itu mengatakan saat ini banyak orang mulai berpikir bahwa sikap Susno yang seperti itu mencerminkan sikap Polri secara keseluruhan.
Sikap Susno yang terkesan arogan, menurut Adrianus, sebenarnya mulai terlihat saat kasus "cicak vs buaya" beberapa waktu lalu. Susno, lanjut Adrianus, dikenal sebagai perwira tinggi Polri yang dianggap terlalu cepat matang untuk mencapai posisi bintang tiga.
"Itu membuat ada semacam 'gegar budaya' yang kelihatan pada saat dia merespon kasus 'cicak dan buaya' dulu, di mana beliau seperti memandang enteng, menganggap remeh, meng-'undermine' orang lain," jelasnya.
Menurut Adrianus, jika sekarang Susno juga merespons dengan cara menantang, itu merupakan tipikal kepribadiannya yang terlalu percaya diri dan terkesan arogan. Sikap itulah yang justru kemudian membuat Susno tidak menghitung dampak bagi mantan institusinya yakni kepolisian.
Profesor kriminologi di FISIP UI itu juga menilai, Susno sebagai orang hukum, memanfaatkan peluang untuk menggunakan teks hukum sebagai pembelaan.
"Dalam hukum, teks itu adalah segala-galanya. Kita juga mempertanyakan kok bisa seorang hakim MA, bisa buat putusan tanpa ada kecocokan? Ini jadi kritik buat MA," tukasnya.
Dalam putusan perkara nomor perkara 899 K/PID.SUS/2012 tertanggal 22 November 2012, MA menguatkan putusan PN Jaksel dan PT DKI Jakarta, bahwa Susno terbukti bersalah dalam pidana korupsi penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari dan dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008.
Susno diganjar hukuman 3 tahun 6 bulan penjara. Ia terbukti menyalahgunakan wewenang saat menjabat Kabareskrim, ketika menangani kasus Arowana dengan menerima hadiah Rp 500 juta untuk mempercepat penyidikan kasus itu.
Pengadilan juga menyatakan Susno terbukti memangkas Rp 4,2 miliar yang merupakan dana pengamanan Pilkada Jawa Barat, saat menjabat Kapolda Jabar pada 2008 untuk kepentingan pribadi.
Namun, pihak Susno bersikukuh menolak proses eksekusi berdasarkan putusan MA yang hanya menolak kasasi terdakwa dan membebankan biaya perkara Rp2.500, tanpa menyebutkan bahwa mantan perwira tinggi polisi itu harus ditahan.