REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) Andi Widjajanto mengatakan, gelombang kekerasan mewarnai proses demokrasi di Indonesia. Kekerasan tersebut berlangsung baik kekerasan secara vertikal maupun horizontal.
Kekerasan tersebut, ujar Andi, sudah banyak dikaji para akademisi. "Sejumlah kekerasan itu antara lain perang saudara di Maluku dan konflik antar etnis dan agama di Poso," ujarnya dalam acara Seminar Nasional Lemhannas 'Paradigma Baru Pembangunan Nasional' di Jakarta, Rabu, (8/5)
Kekerasan yang menyertai demokrasi, Andi mengatakan, juga terjadi di Aceh dan Papua yang bersumber pada konflik sumberdaya. Banyaknya gelombang kekerasan tersebut terjadi karena Indonesia memiliki struktur negara yang lemah.
Negara yang strukturnya lemah, Andi menerangkan, kebijakan politik yang diambil terkondisikan instabilitas politik, krisis legitimasi, lemahnya identitas nasional, tidak berfungsinya institusi sosial politik, dan kemiskinan ekonomi. Hal ini membuat elite politik berada dalam proses krisis manajemen yang dikenal the politics of survival.
Menurut Andi, agar Indonesia tidak jatuh menjadi negara gagal seperti Afghanistan, Angola, Congo, Liberia, Sudan maka proses perdamaian demokratik harus dilakukan.
Arah dari proses demokratisasi di Indonesia ditentukan dua variabel utama yakni kapasitas sipil mengelola negara dan profesionalitas actor militer dan keamanan.