Ahad 19 May 2013 16:53 WIB

Tanpa BLSM, Angka Kemiskinan Naik 2,61 Persen

Rep: Esthi Maharani/ Red: Nidia Zuraya
Pendataan Warga Miskin (ilustrasi)
Foto: Republika
Pendataan Warga Miskin (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kenaikan harga BBM dipastikan akan memicu lonjakan harga. Terutama harga kebutuhan pokok. Dampak lanjutannya, kenaikan tersebut juga mengakibatkan naiknya angka kemiskinan di tanah air.

Staf khusus presiden bidang ekonomi dan pembangunan, Firmanzah mengatakan untuk mencegah itu, paket kompensasi berupa bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) harus diberikan. Menurutnya, BLSM bisa menekan dan mencegah munculnya masyarakat miskin baru atau bertambahnya masyarakat miskin. 

Firmanzah memaparkan, tanpa BLSM dan Paket Kompensasi, setiap kenaikan BBM Bersubsidi jenis Premiun sebesar Rp 1.500 per liter, menurut Kementerian Keuangan angka kemiskinan 2013 akan meningkat sebesar 2,61 persen. "Ditambah baseline 2013 sebesar 10,5 persan maka angka kemiskinan mencapai 13,11 persen,” ujarnya, Ahad (19/5).

Ia menyebutkan, data kementerian Keuangan menunjukkan dengan adanya BLSM dan paket kompensasi lainnya, maka angka kemiskinan hanya akan bertambah 0,72 persen dari baseline 10,5 persen di 2013 sehingga menjadi 11,22 persen.

Menurutnya, dengan BLSM dan Paket Kompensasi akan mengurangi potensi peningkatan angka kemiskinan sebesar yaitu -1,89 persen.  Firmanzah mencontohkan pengalaman Indonesia saat menaikan harga BBM pada 2005. Kala itu, pasca kenaikan, harga bahan pokok melambung tinggi khususnya beras.

Dampak kenaikan beras sebagai respon kenaikan harga BBM mencapai 20 persen. Muaranya, anka kemiskinan di 2006 meningkat mencapai 17,75 persen dibandingkan 2005 yang sebesar 15,97 persen. Hal yang hampir serupa pun terjadi ketika ada kenaikan harga BBM lagi.

“Tetapi ketika harga BBM diturunkan tiga kali pada tahun 2008 dan awal 2009, dari Rp 6.000 menjadi Rp 5.500, turun lagi menjadi Rp 5 ribu, kemudian Rp 4.500, ternyata harga-harga tidak ikut turun,” katanya.

Menurutnya, berdasarkan kajian dan pengalaman negara lain, untuk mencapai keberhasilan reformasi subsidi energi, ada dua hal yang diperlukan. Pertama, kestabilan politik. Kedua, proteksi sosial melalui dana kompensasi yang berhasil diterapkan di Brazil, Nigeria, Yaman, dan Iran. 

“Kajian pada 22 kasus reformasi subsidi energi (14 kasus berhasil, dan 8 kasus yang gagal) menunjukkan bahwa faktor utama kegagalan reformasi subsidi energy, yaitu ketidakstabilan politik dan tidak adanya mitigasi kenaikan harga berupa dana kompensasi,” papar Firmanzah.

Dengan mempelajari kasus di atas, lanjutnya, maka BLSM adalah upaya melindungi rakyat, khususnya kelompok masyarakat miskin dari lonjakan harga akibat kenaikan harga BBM Bersubsidi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement