REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mundurnya 16 RS swasta dari program Kartu Jakarta Sehat (KJS) bukan disebabkan karena buruknya sistem pada KJS.
Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Dwi Rio Sambodo menilai, KJS sudah benar karena diperuntukkan untuk jaminan kesehatan seluruh warga. Hanya saja, kata dia, harus ada revisi peraturan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Dwi Rio, yang berasal dari Fraksi PDI Perjuangan ini mengungkapkan, 16 RS yang mundur tersebut merasa keberatan dengan sistem klaim yang menggunakan Indonesia Case Based Group (INA-CBGs). Sementara, ketentuan INA-CBG's merupakan kewenangan Kemenkes.
"Jadi regulasi Kemenkesnya harus direvisi supaya sesuai dengan kondisi," kata dia melalui pesan singkat kepada Republika, Ahad (19/5).
Menurut dia, Dinas Kesehatan DKI Jakarta juga harus melakukan konsolidasi dalam rangka menyatukan persepsi antara pihak Askes, Kemenkes, dan semua rumah sakit di Jakarta.
Selain itu, ia melanjutkan, sesuai dengan amanat UU No 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, Dinas Kesehatan sebagai pihak yang berwenang harus melakukan evaluasi dan pembinaan pada semua rumah sakit untuk memberikan penekanan kepada mereka tentang program KJS ini.
"Karena bagaimana pun juga rumah sakit memiliki fungsi sosial yang harus ditegakkan sesuai amanat UU," katanya menegaskan.
Seperti diketahui, ada 16 RS swasta di Jakarta yang menyatakan mundur dari program KJS. Mereka merasa keberatan dengan nilai klaim yang dianggap terlalu kecil. Ke enam belas rumah sakit tersebut yaitu:
1. RS MH Thamrin
2. RS Admira
3. RS Bunda Suci
4. RS Mulya Sari
5. RS Satya Negara
6. RS Paru Firdaus
7. RS Islam Sukapura
8. RS Husada
9. RS Sumber Waras
10. RS Suka Mulya
11. RS Port Medical
12. RS Puri Mandiri Kedoya
13. RS Tria Dipa
14. RS JMC
15. RS Mediros
16. RS Restu Mulya