REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Sejak lima tahun lalu, ulama Turki berencana melakukan kajian ulang pada hadist Nabi Muhammad SAW. Kajian ini dimaksudkan untuk menjawab tantangan Muslim di masa depan.
Rencana itu segera mengundang pro dan kontra. Di Arab Saudi, rencana itu dipandang sinis. "Apakah Anda akan membuat Alquran baru," komentar salah seorang ulama Saudi, seperti dikutip Alarabiya.net, Kamis (23/5).
Dalam rencana itu, sebanyak 100 pakar hadist Turki telah menyeleksi 500 dari 17 ribu hadis yang terkait ketuhanan, iman dan kehidupan. Dari 500 hadis ini akan diadaptasikan dengan kebutuhan umat Islam saat ini.
"Kami tidak lagi hidup di abad ke-20. Kita perlu pandangan baru untuk disesuaikan dengan kehidupan sekarang," kata Wakil Presiden Direktorat Urusan Agama (Diyanet), Mehmet Ozafsar.
Ulama Mesir, Ibrahim Negm menilai usaha ini jangan sampai memicu perdebatan. Namun, ia memahami pasti akan ada perbedaan soal ini. Kalau kami sangat mendukung usaha ini, kata dia.
Sejauh ini, diskusi telah berjalan antara ulama Turki dan Mesir. Perkembangan yang ada begitu signifikan. Kedua belah pihak membahas hadist yang kerap diperdebatkan seperti misalnya pada masalah hukuman bagi para pencuri.
"Kita melihat banyak hukuman pada masa Nabi. Itu karena dimaksudkan agar tercipta suasana aman. Tapi bila ditarik ke era modern, kita memiliki sistem sosial yang berbeda," komentar Ozafsar.
Profesor Teologi, Universitas Ankara, Saban Ali Duzgun mengatakan kebutuhan ulama akan implementasi hadist sangat mendesak. Utamanya, terkait masalah sosial. "Ulama dan umat Islam membutuhkanya ketika berhadapan dengan persoalan dari berbagai aspek," kata dia.
Nantinya, hasil dari proyek ini akan dirilis dalam dua bahasa seperti Turki dan Jerman. Untuk versi Arab dan Inggris menyusul dikemudian hari. Sejumlah penerbit asal Inggris dan Mesir tertarik untuk mendistribusikannya.