REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Polisi antihuru-hara Prancis menghadang ratusan pengunjukrasa yang menggelar aksi di Paris, Minggu. Polisi mengakhiri arak-arakan damai kelompok masyarakat yang menentang undang-undang baru Prancis yang mengesahkan pernikahan kaum homo.
Unjukrasa utama terlihat dalam tiga bagian prosesi didominasi dengan warna merah muda dan biru --warna resmi gerakan anti-pernikahan homo.
Polisi mengatakan sekitar 150.000 diperkirakan turun ke jalan untuk memprotes undang-undang baru tersebut. Tetapi, demonstran mengklaim ada sejuta orang yang unjuk diri dalam menentang hukum itu.
Hingga sore hari waktu setempat, tidak ada kekacauan yang dilaporkan meskipun pegiat sayap kanan --beberapa orang membentangkan spanduk di depan markas Partai Sosialis-- mendesak Presiden Francois Hollande untuk mengundurkan diri.
Namun, saat arak-arakan bubar, sekitar 500 orang demonstran mulai menyerang polisi dengan melempar batang besi, botol bir serta nyala api. Polisi menahan 95 orang dan menggunakan gas air mata untuk melawan para pengacau tersebut.
Kaum muda meneriakan seruan-seruan yang menentang pemerintah seperti "diktator sosialis" dan juga melemparkan benda-benda kepada wartawan yang meliput kejadian itu.
Pada Sabtu malam, polisi telah menangkap 50 orang yang terlibat dalam aksi protes pernikahan homo dalam unjuk rasa yang mereka lakukan di kawasan sibuk Champs-Elysees.
Kekhawatiran akan kekerasan dalam unjuk rasa hari Minggu itu terjadi sejak awal Mei ketika terjadi serangan terhadap turis, mobil dan toko-toko oleh orang-orang yang merayakan kemenangan klub bola Paris Saint Gemain.