REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Banyak media asing yang bungkam atau tidak mempublikasikan gerakan separatisme yang terjadi di negaranya sendiri, tapi menyiarkan berita-berita separatisme dan pelanggaran HAM di negara-negara berkembang.
Pernyataan itu dikemukakan oleh Direktur Informasi dan Media PLE Priatna dan pemerhati media Ahmed Kurnia dalam acara FGD (Forum General Discussion) terkait dengan penyelenggaraan Asia Media Summit ke-10 di Manado, Selasa, yang dihadiri berbagai media massa nasional.
"Separatisme atau gerakan pemisahan diri dalam suatu negara bukan hanya problem negara berkembang. Negara maju seperti Inggris dan Spanyol pun masih ada gerakan separatisme atau ingin merdeka dan memisahkan diri," kata Priatna.
Di Inggris, selain Irlandia yang menuntut kemerdeaan dan pemisahan dari Inggris, Skotlandia pun kini aktif melakukan hal yang sama. Begitu pula dengan Spanyol yang menghadapi gerakan separatisme dari ETA dan Resistencia Galega. ETA (Euskadi Ta Askatasuna) adalah sebuah organisasi separatis bersenjata Basque.
Media dan masyarakat tidak memberikan kesempatan yang besar bagi gerakan separatisme di negara mereka sendiri, termasuk BBC dan CNN. Sementara, media asing sangat kuat menyoroti gerakan separatisme di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Sementara itu, pengamat media Ahmed Kurnia mengungkapkan, ada suku asli di Hawai yang menuntut merdeka dan lepas dari Amerika Serikat. Namun media besar seperti CNN pun enggan mengekspos tuntutan separatisme suku asli Hawai itu.
"Di Jepang, ada suku Ainu yang juga menuntut merdeka dan lepas dari negara sakura. Mereka merasa bukan satu suku dengan penduduk asli Jepang. Mereka merasa lebih dekat dengan suku Melanesia. Saat menjadi wartawan Tempo dan melakukan liputan ternyata media NHK, Yomiuri Shimbun pun enggan mengekspos gerakan separatis di negera mereka," kata Ahmed.
"Jadi media nasional jangan merasa bahwa media asing itu sebagai yang hebat atau hero ketika mengekspos pemberitaan separatisme dan pelanggaran HAM di Indonesia, karena saat terjadi gerakan separatisme di negara mereka sendiri cenderung bungkam," tambah dia.
Dalam pertemuan ASEAN Brussels Committee dan para Duta Besar negara anggota ASEAN untuk Uni Eropa di markas besar Europol di Den Haag, Belanda, belum lama ini, terungkap bahwa aksi terorisme separatis di Uni Eropa mengalami peningkatan, khususnya di Prancis, Spanyol, Inggris dan Italia.
Dari 110 aksi di 2012 menjadi 167 di 2013 dan jumlah orang yang ditahan terkait aksi separatisme juga meningkat menjadi 257 dibandingkan tahun 2012 yang hanya 110.
Di Uni Eropa, kelompok separatis yang mendapat perhatian utama dari Europol adalah ETA dan Resistencia Galega di Spanyol, Real Irish Republican Army, ONH/Warriors of Ireland dan Continuity Irish Republican Army di Irlandia, National Liberation Front of Corsica di Prancis.