REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Masyarakat perlu menyimpan air untuk menghadapi kemungkinan terjadi kekeringan saat musim kemarau yang puncaknya diperkirakan pada Agustus hingga Oktober mendatang, kata Kepala Pusat Studi Bencana Alam Universitas Gadjah Mada Djati Mardiatno.
"Kekeringan merupakan bagian dari bencana alam sumber daya air. Memasuki Mei yang merupakan pintu musim kemarau, masyarakat bisa mempersiapkan cadangan, dengan menyimpan air," katanya di Yogyakarta, Rabu.
Menurut Djati, pada Mei hingga Juni masih potensial untuk mempersiapkan cadangan air. Sebab, meskipun telah memasuki kemarau, namun debit air masih memadai.
"Sekarang air masih lumayan banyak. Seharusya bisa dimanfaatkan masyarakat untuk menyimpan air," kata pengajar di Fakultas Geografi UGM ini.
Bank air, menurut dia, dapat diupayakan dengan teknik apapun, misalnya membuat kolam air atau sumur resapan. Upaya tersebut dapat dilakukan secara individu maupun kelompok.
Untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), ia mencontohkan kekeringan paling parah biasanya terjadi di wilayah Kabupaten Gunung Kidul.
Di wilayah kabupaten ini, yang menjadi langganan kekeringan antara lain Kecamatan Tepus, Panggang, Tanjungsari, Gedangsari, Saptosari, serta Rongkop.
Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta memperkirakan musim kemarau di DIY akan berlangsung secara bertahap. "Kemarau akan terjadi di delapan wilayah kabupaten atau kota.
Diawali Kabupaten Gunung Kidul bagian selatan, dan paling akhir Kulon Progo bagian utara," kata Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Yogyakarta Tony Agus Wijaya.
Namun, menurut dia, musim kemarau di DIY berpotensi masih terjadi hujan, karena adanya gangguan cuaca jangka pendek.
Gangguan cuaca tersebut diperkirakan terjadi hingga fase kemarau berakhir pada September mendatang.
"Gangguan cuaca jangka pendek bisa berupa masih turunnya hujan dengan penyebaran curah hujan secara tidak merata, namun terkumpul pada hari-hari tertentu secara tiba-tiba," katanya.