REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaku bisnis bisa berpartisipasi dalam pencegahan tindak korupsi dan suap. Mantan petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Riyanto, mengatakan pengusaha lebih baik merugi dibandingkan harus menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan perusahaan.
Ia mengatakan pengusaha harus memperhatikan etika dirinya dan perusahaan dengan menghindari hal-hal yang bisa merusak reputasi, misalnya penyuapan. Meskipun diakuinya masalah birokrasi masih menjadi pekerjaan rumah, ia mengimbau pelaku usaha bisa menahan diri, tidak mengambil jalan pintas agar usahanya bisa berjalan lebih lancar.
Masalah birokasi, terutama perizinan ini, yang seringkali menjadi celah terjadinya kongkalikong antara pengusaha dan pemerintah. Kini, publik juga semakin sering disuguhkan dengan tindakan kongkalikong yang berujung hingga jalur hukum.
Untuk mencegah suap dan korupsi, kata dia, pengusaha harus menjaga etika bisnis. Jangan sampai ada celah yang menjadi kesempatan untuk menyuap demi bisnis berjalan lebih lancar. "Karena reputasi akan terbentuk dalam jangka panjang. Ini merupakan aset perusahaan yang tidak ternilai," ujar Bibit, dalam seminar 'Integrating CSR: an Effective Business Strategi', Selasa (4/6).
Etika perusahaan, kata dia harus terintegrasi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibungkus dengan kompetensi dan integritas perusahaan. Jika pengusaha sudah bisa menjaga etika perusahaan, kata dia, praktek suap dan korupsi bisa dijegah.
Berkaitan dengan dana CSR, Bibit menyebut penyelenggaraan CSR sebagai hal yang wajib bagi perusahaan. Agenda CSR, kata dia wajib dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan kepada masyarakat, terutama yang terkena dampak langsung oleh aktivitas perusahaan.