REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pusat Studi Pancasila Yudi Latief menilai liberalisme politik yang berlangsung saat ini menghancurkan nilai-nilai Pancasila dan kebhinnekaan.
"Dua aspek yang melumpuhkan kebhinnekaan dan nilai-nilai Pancasila adalah liberalisme politik dan kapitalisme pembangunan ekonomi," kata Yudi Latief dalam dialog 'DPD dan Kebhinnekaan Indonesia' bersama anggota DPD RI John Pieris dan budayawan Radhar Panca Dahana di Gedung DPD RI, Jakarta, Rabu (5/6).
Menurut Yudi, paradigma materialistik tersebut merambah pada dunia pendidikan, sehingga wajar kalau dalam 15 tahun reformasi ini justru memperkuat liberalisasi politik dan pragmatisme pembangunan.
Menurut Yudi sejak dulu watak partai itu cenderung pragmatis dan untuk kepentingan kelompok dan kepentingan yang sempit. Yudi menjelaskan parpol tak ada yang berkomitmen atau memiliki cetak biru untuk memperbaiki bangsa ini. Anehnya itu dilanjutkan di era reformasi ini.
"Dengan begitu maka Pancasila dan Kebhinnekaan tak bergigi, tak terlaksana, dan tak diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara," katanya.
Sementara anggota DPD RI John Pieris menilai jika elit politik dan partai saat ini tak mampu memberikan keteladanan dalam menjalankan nilai-nilai Pancasila dan kebhinnekaan dalam berbangsa dan bernegara.
"Elit politik dan penguasa itu sebagai pelanggar Pancasila dan kebhinnekaan dengan membuat UU untuk melakukan korupsi secara kolektif. Untuk itu regulasi itu harus menghapus oligarki politik, dan korupsi yang dilakukan secara struktural bikrokratis. Mereka inilah yang merusak Pancasila, dan mereka pula yang paling bertanggung jawab. Bukan rakyat," katanya menjelaskan.
John menduga munculnya terorisme dan anarkisme masyarakat akhir-akhir bisa jadi disebabkan perilaku elit dan penguasa yang korup tersebut.
Budayawan Radhar Panca Dahana mengakui jika partai sejak awal menjadi bibit penggerus Pancasila dan kebhinnekaan. Bahkan parpol telah merampas peran tokoh-tokoh daerah, dengan mengutamakan kepentingan oportunis pragmatis, sehingga reformasi ini menghasilkan korupsi dan keburukan-keburukan.
"DPD juga ambil peran daerah, tapi meninggalkan entitas, keunggulan, dan keluhuran budaya lokal. Dengan kewenangan barunya, saya khawatir DPD sama saja dengan DPR RI," kata Radhar.
Menurut Radhar para anggota DPD harus membawa nilai-nilai primordial yang kuat ke pentas politik nasional, sehingga tidak ada penyeragaman. Nilai-nilai primordial inilah yang akan menguatkan kebhinnekaan Indonesia.