Selasa 11 Jun 2013 20:45 WIB

BPK: Pengelolaan PPH Migas Tak Optimal

Gedung BPK di Jakarta.
Foto: Antara
Gedung BPK di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Badan Pemeriksa Keuangan menilai pengelolaan pajak penghasilan migas selama 2012 tidak optimal dan mengakibatkan potensi kerugian negara sebesar Rp 1,38 triliun.

"Pengelolaan PPh migas tidak optimal sehingga hak pemerintah sebesar Rp1,38 triliun belum dapat direalisasikan," kata Ketua BPK Hadi Poernomo di Jakarta, Selasa.

Hadi menambahkan penggunaan tarif pajak dalam penghitungan PPh dan bagi hasil migas juga tidak konsisten sehingga pemerintah kehilangan penerimaan negara minimal sebesar Rp1,3 triliun.

"BPK mengharapkan segera dilakukan amandemen Production Sharing Contact (PSC) untuk mencegah berkurangnya penerimaan negara dari bagi hasil migas dan PPh migas," katanya.

Terkait pengelolaan migas, Hadi mengatakan pemerintah perlu memperbaiki mekanisme pendanaan SKK Migas (dahulu BP Migas) yang selama ini dilakukan tanpa mekanisme APBN.

"Pemerintah sampai akhir 2012 masih membiayai BP Migas dari penggunaan langsung penerimaan migas tanpa melalui APBN," katanya.

Menurut dia, penggunaan langsung pendapatan negara untuk membiayai kegiatan atau lembaga pemerintah tanpa melalui mekanisme APBN bertentangan dengan UU Keuangan Negara pasal 3 ayat (5).

Padahal, jumlah penerimaan negara dari sektor hulu migas yang digunakan langsung tanpa mekanisme APBN pada 2012 mencapai 34,93 miliar dolar AS.

Selain itu, BPK menyarankan pemerintah memiliki kebijakan yang jelas terkait belanja subsidi energi yang pada 2012 realisasinya mencapai Rp306,48 triliun atau melebihi pagu dalam APBN-Perubahan sebesar Rp202,5 triliun.

Untuk itu, pemerintah diharapkan memiliki kriteria jelas dalam menetapkan subsidi energi tepat sasaran, mengembangkan sistem pengawasan distribusi BBM bersubsidi dan menetapkan golongan pelanggan listrik yang layak mendapatkan subsidi.

sumber : antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement