REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ketua Dewan Sertifikasi Konselor Adiksi Indonesia dr Benny Ardjil mengatakan Indonesia membutuhkan sedikitnya 1.000 konselor untuk rehabilitasi pecandu narkotika hingga 2015.
"Konselor yang bersertifikasi salah satu indikator mewujudkan Indonesia bebas narkoba pada 2015. Kita baru melatih sebanyak 150 orang konselor sejak 2011," kata Benny di Padang, Selasa (11/6).
Hal ini disampaikan pada pertemuan lintas sektoral dalam rangka pemanfaatan dukungan/fasilitasi program layanan Non-Therapeutic Community (TC) yang diselenggarakan Direktorat Penguatan Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah di Kantor Gubernur.
Tim Asesmens Deputi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) itu mengatakan, petugas yang telah dilatih pun belum menuntaskan sembilan kurikulum sertifikasi konselor, karena keterbatasan anggaran. Selama ini baru Diklat BBN yang mengalokasikan anggaran, tapi kemampuannya hanya sekitar 70 orang per tahun, maka butuh ditingkatkan ke depannya dan dukungan pemerintah daerah.
Kebutuhan tenaga konselor yang bersertifikasi sebanyak 1.000 orang itu, karena melihat data tahun 2011 jumlah pencandu narkotika di Indonesia berkisar 3,4-4 juta orang atau sekitar 2,2 persen dari jumlah penduduk. Dari jumlah itu, sekitar 10 pensennya membutuhkan rehabilitasi, sehingga membutuhkan tenaga konselor yang ditempatkan di Instansi Penerima Wajib Lapor (IPWL) di rumah sakit atau Puskesmas ditetapkan.
"Untuk 10 orang pencandu yang direhabilitasi membutuhkan satu orang tenaga konselor. Jika kapasitas panti rehabilitasi narkoba Lido sebanyak 500 orang, sehingga dibutuhkan setidaknya 50 konselor," katanya. Ia menambahkan, hingga kini belum ada petugas rehabilitasi yang mengantongi sertifikasi konselor, karena baru menuntaskan lima materi yang ada.