Kamis 13 Jun 2013 13:36 WIB

Sikap PKS Dinilai tak Otomatis Naikkan Elektabilitasnya

Spanduk PKS
Foto: beritajakarta.com
Spanduk PKS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sikap Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tidak serta-merta menaikan elektabilitas partai tersebut. Penilaian itu disampaikan direktur Program The Indonesian Institute, Adinda Tenriangke Muchtar.

"Kesan yang dibangun PKS terkait BBM tidak menjadi otomatis membuat elektabilitasnya meningkat. Pemberitaan media masih masif terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat petinggi PKS," kata Adinda di Jakarta, Kamis (13/6).

Adinda mengatakan publik sudah cerdas dan berpikir penolakan PKS atas kebijakan itu hanya strategi mendapatkan suara pemilih. Menurut dia, publik melihat PKS sebagai salah satu partai yang problematis.

"Perlu dilihat dalam konteks ini bukan hanya soal elektabilitas PKS tapi bagaimana posisi partai itu berhubungan dengan partai koalisi lain," ujarnya.

Dia menilai masalah yang dihadapi PKS sama dengan partai lain yaitu korupsi, dan citra institusi--yang sudah dibangun partai itu--ikut diserang yaitu bersih dan peduli.

Menurut dia, penolakan PKS terhadap kebijakan BBM justru memunculkan musuh bagi partai tersebut seperti di dalam koalisi dan fraksi di DPR.

Adinda mengatakan menjelang pemilu 2014 strategi yang dijalankan PKS sangat rentan karena publik masih tetap menilai negatif. Patai pun dimusuhi di koalisi dan di fraksi DPR.

"Mungkin disatu sisi publik melihatnya PKS membela kepentingan rakyat, tapi disisi lain kenapa masuk koalisi kalau keputusannya bersebrangan dengan kesepakatan koalisi," katanya.

Fraksi PKS di DPR dan DPP PKS menegaskan menolak penaikan harga BBM karena dinilai menyengsarakan rakyat dan tidak berdasar, karena ada beberapa hal yang tidak bisa dilakukan pemerintah dengan baik.

Salah satunya pemerintah dinilai tidak bisa menghentikan adanya penyelundupan BBM bersubsidi, dan gagal membuat transportasi massal.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement