REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Industri rumahan yang telah mengantongi izin berlabel produksi industri rumah tangga (PIRT), masih rendah. Berdasarkan data Dinas Perindustrian Perdagangan, Koperasi dan UMKM setempat, dari 3 ribu industri rumah tangga yang telah berlabel PIRT baru 700 industri.
Padahal, mengurus PIRT biayanya sangat murah. Kasi Industri Kimia Agro dan Hasil Hutan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Purwakarta, Lukman Nul Hakim, mengatakan, mayoritas industri makanan di Purwakarta yaitu di bidang makanan.
Seperti, produksi penganan Simping, Kripik Pisang. Produk-produk tersebut, selain kemasannya harus bagus juga harus mengantongi PIRT. Dengan label tersebut, memudahkan produk rumahan itu di terima oleh pasar. Terutama, toko serta toserba.
"PIRT ini sangat penting. Sebab, bisa mendongkrak kepercayaan konsumen terhadap produk tersebut," ujarnya, kepada Republika, Ahad (16/6).
Masih rendahnya pengusaha kecil yang belum memiliki PIRT, lanjut dia, kemungkinan ada beberapa faktor. Bisa saja, mereka tidak tahu mengurus PIRT. Kemudian, terganjal biaya. Akan tetapi, saat ini dinas kabupaten maupun provinsi sudah mempermudah para pengusaha kecil untuk mengurus hal-hal seperti itu.
Bahkan, pekan kemarin dinas juga telah melakukan bimbingan teknis bagi para pengusaha industri. Dalam bimbingan itu, para pengusaha difasilitasi untuk menempuh label produk halal. Begitu pula, fasilitas untuk mendapatkan PIRT.
Namun, proses mendapatkan PIRT jauh lebih mudah dibanding label produk halal yang dikeluarkan MUI. Sebab, untuk mendapatkan PIRT pengusaha hanya mendaftarkannya ke Dinas Kesehatan setempat. Karena, yang mengeluarkan PIRT itu Dinas Kesehatan. Sedangkan, Dinas Perindustrian hanya sebatas mengetahui saja.
Terkait dengan pertumbuhan industri makanan, Lukman mengaku, setiap tahunnya meningkat sekitar lima persen. Terutama, di wilayah pedesaan banyak berjamuran industri makanan skala kecil. Sedangkan, di perkotaan pertumbuhannya kecil. Sebab, masyarakat perkotaan lebih memilih jadi buruh pabrik ketimbang pengusaha kecil.
"Itulah yang jadi kendala. Industri kecil ini kalah bersaing dengan industri yang modalnya besar," katanya menjelaskan.