REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Presiden terpilih Iran, Hassan Rohani, tidak akan menghentikan kegiatan nuklir yang telah dikenakan sanksi PBB. Dia menegaskan, ia mengharapkan segera tercapai persetujuan untuk menghilangkan kekhawatiran negara-negara besar.
Ulama moderat yang meraih kemenangan dalam pemilihan presiden, Jumat (14/6) ini, berharap jutaan orang dapat mengakhiri kesulitan ekonomi akibat sanksi-sanksi Barat. Dia menjanjikan tranparansi lebih luas dalam perundingan nanti.
Rohani, yang berpidato pada Senin (17/6), mengatakan tidak akan ada perubahan dalam aliansi Iran dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad. Hal ini, menurut laporan AFP, Selasa (18/6), yang menambah kekhawatiran Barat. Meski demikian, ia berjanji akan berusaha mencairkan hubungan dengan kelompok Liga Arab yang mendukung oposisi Suriah.
Dia juga tidak akan kembali pada moratorium pengayaan uranium yang Iran sepakati sebelumnya. "Periode ini telah berakhir," katanya. Ketika Rohani mengundurkan diri dari tim yang dibentuk Presiden sebelumnya, Khatami, Presiden Mahmoud Ahmadinejad memulai kembali pengayaan uranium yang memicu Dewan Keamanan PBB memberikan ultimatum dan sanksi.
Pihaknya juga berjanji akan berunding dalam usaha menyelesaikan masalah perekonomian yang mendasar akibat sanksi barat. "Iran akan lebih transparan untuk menunjukkan bahwa kegiatan-keegiatannya tetap berada dalam kerangka peraturan-peraturan internasional," katanya.