REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Kepolisian Resor Kota Medan menetapkan status tersangka terhadap 14 mahasiswa yang diduga terlibat dalam aksi anarkis ketika berunjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak di Medan, Senin (17/6) malam.
Kapolresta Medan AKBP Nico Arfinta di Medan, Selasa, mengatakan, ke-14 mahaiswa itu adalah Delfin Setiawan Gea, Yosua Nababan, Dedi Fresley Manik, Budiman Sihombing, Fernando Malau, Mustaf Butar-Butar, Hendra Niyon Simarmata, Raymond Pasaribu, Fenando Sinaga, Masri Sihotang, Rudi. Purwono, Ardiansyah Siregar, Bujur Wardiman, dan Nurhadi Syahputra.
Mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka aksi anarkis tersebut berasadal dari sejumlah perguruan tingg dan yang paling berasal dari Universitas HKBP Nomensen.
Mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut akan dikenakan dugaan pelanggaran Pasal 211, Pasal 170, dan Pasal 406 karena diduga melakukan pengerusakan dan penjarahan.
Awalnya, pihak kepolisian mengamankan 85 mahasiswa karena terlibat aksi anarkis dengan merusak salah hotel berbintang dan pusat jajanan yang berada di sekitar kampus Universitas HKBP Nomensen.
Berdasarkan pemeriksaan dan penyelidikan terhadap mahasiswa yang diamakan dan sejumlah saksi, ditemukan dugaan keterlibatan 14 mahasiswa tersebut sehingga ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam kerusuhan tersebut, pihak kepolisian mengamankan sejumlah barang bukti yang digunakan untuk melakukan aksi anarkis itu seperti kayu, besi, batu, dan ketapel.
Pihak kepolisian menduga aksi anarkis yang diawal dengan unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM tersebut telah direncanakan, terutama dalam merusak hotel berbintang dan pusat jajanan yang ada di sekitar kampus.
Pihak kepolisian masih mengejar dua orang yang diduga sebagai perencana aksi anarkis tersebut yang identitasnya telah diketahui berdasarkan pemeriksaan dan penyelidikan yang dilakukan.
"Ada dua orang yang masih kita kejar. Kita belum bisa menyebutkan nama dan identitasnya, nanti melarikan diri," katanya.
Ia mengatakan, pihak kepolisian tidak melarang mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya untuk berunjuk rasa guna menyampaikan aspirasi, namun aksinya diharapkan tidak melanggar hukum atau menimbulkan kerusakan.
"Saya tidak melarang mahasiswa dan warga lainnya untuk berunjuk rasa. Namun caranya harus taat terhadap hukum yang berlaku dan jangan sampai mengganggu hak orang lain," katanya.