REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Persidangan perdana penyerangan Lapas Cebongan yang digelar Kamis (20/6) ini mendapat penolakan dari keluarga korban penembakan.
Empat perwakilan keluarga tahanan kepolisian yang tewas menyatakan menolak pelaksanakan sidangan kasus yang terjadi 20 Juni 2013 lalu itu dilakukan di Pengadilan Militer atau Oditur Militer.
Alasan penolakan tersebut, karena mereka menilaim unsur transparansi dalam Peradilan Militer tidak bisa dijamin. "Ini terbukti dari tidak hadirnya para pihak yang berperkara."
Peradilan Militer hanya melestarikan posisi institusi militer di era Orde Baru sebagai negara dalam negara, dimana supremasi militer terhadap masyarakat sipil berlangsung dengan semena-mena,’’ ujar Victor Manbait, dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (20/6).
Victor adalah keluarga dari Juan Manbait, salah satu korban penembakan di Lapas Cebongan, Yogyakarta. Selain Victor, ikut bertandatangan pula, Yanny Rohi Riwu (Keluarga dari Gamelial Y Rohi Riwu), Jorhans Kadja (Keluarga dari Hendrik Sahetapy Angel) serta Roby Ranga (keluarga dari Adrianus Candra Galaja).
Selain tidak menerima persidangan di Peradilan Militer, para keluarga menuntut agar Mahkamah Agung menjamin adanya keterbukaan informasi terhadap publik dalam seluruh proses persidangan ini. ‘’Kami ingin memastikan tidak adanya intimidasi dalam proses persidangan ini,’’ ujar Victor.
Kehadiran sejumlah milisi lokal dalam persidangan tersebut juga dipersoalkan keluarga korban. Mereka menganggao itu adalah bentuk intimidasi terhadap persidangan. ‘’Kehadiran para milisi merupakan intimidasi serius terhadap para saksi.
Sikap masa bodoh yang ditunjukkan pihak militer maupun pihak kepolisian terhadap kehadiran para milisi merupakan bukti nyata persengkongkolan yang mengingkari nilai republik,’’ tulis mereka.