REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Masalah pendidikan menjadi faktor penting bagi perempuan dalam melindungi diri dari kajahatan.
Berdasarkan fakta yang ada, kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar, perempuan berpendidikan rendah menjadi jumlah terbesar korban kejahatan.
"Tercatat bahwa perempuan yang menjadi korban kejahatan terhadap perempuan karena sumberdaya manusia perempuan itu sendiri," kata Linda di Denpasar, Bali, Jumat (21/6).
Hal itu dikemukakan Linda dalam sambutannya pada acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Perlindungan Perempuan dan Anak tahun 2013. Rakornas diikuti 450 orang peserta, terdiri dari unsur Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPA) se-Indonesia, unsur ormas, LSM, donatur dan aktivis perempuan. Acara juga dihadiri Gubernur Bali, Made Mangku Pastika.
Rakornas PPA, bertemakan 'PPA Secara Komprehensif Melalui Peningkatan Koordinasi dan Kerja Sama Jejaring Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang.' Pada kesempatan itu dilakukan penandatanganan kerja sama penanggulangan kejahatan terhadap perempuan dan anak di sejumlah provinsi.
Dijelaskan Menteri, kejahatan terhadap perempuan terbanyak adalah kasus perdagangan orang dan kekerasan seksual. Berdasarkan data dari International Organization for Migration (IOM) pada 2011, tentang profil korban, tercatat faktor kemiskinan sebagai penyebab terbesar tejadinya kejahatan perdagangan perempuan, yakni dengan frekuensi sebanyak 3.594.
Sementara sebut menteri, dari para korbannya, terbesar adalah mereka yang berlatar belakang pendidikan rendah. Mereka yang hanya bersekolah di SD frekuensinya 1.173, yang putus sekolah dasar 805, serta frekeuensi korban yang berpendidikan SMP sebanyak 777 kali.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika dalam sambutannya mengatakan, perempuan dan anak-anak merupakan kelompok penduduk yang jumlahnya relatif besar dan mereka merupakan potensi pembangunan yang relatif besar pula.
Di balik itu sebut mantan Kapolda Bali itu, perempuan dan anak rentan terhadap kekerasan seksual dan pedagangan orang (human traficking). "Kejahatan terhadap perempuan bukan hanya karena masalah sosial ekonomi, tapi juga bedampak pada sosial politik," kata Pastika.