REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang mulai dibagikan Sabtu (21/6) dianggap tak sebanding dengan ongkos sosial yang harus ditanggung masyarakat dari dampak kenaikan harga BBM. Ironisnya pemerintah tidak bisa mengendalikan harga tersebut.
"BLSM tidak sebanding dengan kenaikan harga pokok yang akan sangat cepat berlangsung," ujar sosiolog UGM Arie Sudjito kepada Republika, Jumat (21/6).
Menurutnya masyarakat akan semakin terjepit dengan kenaikan harga BBM. Karena tidak ada korelasi sama sekali kenaikan harga BBM dengan penyelamatan APBN seperti yang digembar-gemborkan pemerintah selama ini. Kenaikan harga BBM menurut Arie, juga tidak berkorelasi dengan penyelamatan rakyat.
Karena yang menikmati APBN selama ini justru para birokrat dan negara. Sehingga penyelamatan APBN adalah menyelamatkan birokrat tersebut, bukan rakyat.
Arie bahkan yakin, angka kemiskinan di Indonesia usai kenaikan harga BBM ini akan semakin meningkat. "Itu kalau pemerintah jujur, ironisnya angka seringkali dipolitisasi," ujarnya.
Harusnya, kata dia, BLSM tersebut diberikan untuk dana produktif bagi rakyat. Sehingga masyarakat bisa diberdayakan. "Kalau diberikan seperti tahun-tahun lalu, ini sama saja menjadikan rakyat sebagai korban," jelasnya.
Pemerintah kata dia, harusnya belajar dari bantuan langsung tunai (BLT) yang telah dilakukan sebelumnya. Namun pemerintah nampaknya tidak kreatif untuk melakukan inovasi terkait subsidi BBM ini.