Ahad 23 Jun 2013 15:10 WIB

LSI: 79,21 Persen Masyarakat Tolak Kenaikan Harga BBM

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: A.Syalaby Ichsan
Petugas mengganti papan angka harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU
Foto: ANTARA FOTO
Petugas mengganti papan angka harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI)  Adjie Alfaraby mengatakan, pemerintah membuat kebijakan kenaikan harga BBM yang tidak disetujui oleh mayoritas masyarakatnya.

Ini merupakan kebijakan ironis yang dibuat pemerintah di tengah masyarakat yang banyak mengalami kesulitan ekonomi.

Berdasarkan survei yang dilakukan LSI seusai voting yang dilakukan DPR terkait kenaikan harga BBM, kata Adjie,  mayoritas warga menolak kenaikan harga BBM.

Survei  dilakukan terhadap  1.200 responden dengan  margin eror 2,9 persen. Menurut hasil survei, 79,21 persen masyarakat tidak setuju kenaikan harga BBM; 19,10 persen tidak tahu; dan  1,69 persen masyarakat setuju kenaikan harga BBM.

Menurut hasil survei, warga desa merupakan warga yang paling menolak kenaikan harga BBM. Sebanyak 84,01 persen penduduk desa menolak kenaikan harga BBM. Sedangkan penduduk kota yang menolak kenaikan harga BBM sebanyak 75,75 persen.

“Hal ini wajar sebab masyarakat di pedesaan yang sangat terpengaruh dengan kenaikan harga BBM, seperti harga bahan pokok yang melambung tinggi akibat ongkos transportasi yang naik,” kata Adjie.

Tingkat penolakan terhadap kenaikan harga BBM juga didominasi kaum perempuan. Sebanyak 81,20 persen perempuan menolak kenaikan harga BBM. Sedangkan laki-laki yang menolak kenaikan harga BBM sebanyak 78,80 persen.

“Ibu-ibu merupakan komponen masyarakat yang paling aktif menolak kenaikan harga BBM sebab ibu merupakan pengatur keuangan di dalam rumah tangga. Mereka yang paling merasakan akibat kenaikan harga BBM, yakni harga kebutuhan pokok seperti pangan ikut naik akibat harga BBM naik,” terang Adjie.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement