REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Sebanyak 42 dari 41.672 bayi berusia di bawah lima tahun di Kota Malang, Jawa Timur, mengalami kekurangan gizi. Hal itu terjadi akibat minimnya pengetahuan orang tua terkait asupan gizi bagi balitanya maupun karena kondisi ekonomi.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang Supranoto mengatakan, kekurangan gizi ini tidak hanya dialami balita yang berasal dari keluarga miskin, tetapi balita dari keluarga mampu pun mengalami.
"Pengetahuan orang tua untuk memberikan asupan gizi yang benar pada balita merupakan hal penting guna mencegah kasus kekurangan gizi," tegasnya di Malang, Selasa (25/6).
Menurutnya, salah satu cara untuk mencegah kasus balita kekurangan gizi adalah dengan rutin membawa balita ke Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), sebab di Posyandu akan diberikan penyuluhan mengenai gizi pada balita.
Selain itu, juga diberikan suplemen makanan rehabilitasi yang diberikan selama 90 hari hingga ada kenaikan berat badan. Dinkes akan terus melakukan pemantauan kesehatan para balita gizi buruk itu melalui Posyandu yang tersebar di 57 kelurahan, bahkan di setiap RW.
Hingga kini, masih ada 13 atau sekitar 2 persen dari 655 Posyandu di daerah itu yang belum efektif. Kader Posyandu mencapai 6.571 orang dan untuk Posyandu yang belum efektif akan galakkan kembali.
Selain posyandu, katanya, langkah yang dilakukan Dinkes Kota Malang untuk mengatasai kekurangan nutrisi ataupun kelebihan nutrisi pada balita adalah dengan gencar melakukan sosialisasi dan workshop, survei pemetaan kader gizi di setiap posyandu.
Supranoto mengemukakan setiap tahun jumlah penderita gizi buruk di daerah ini fluktuatif. Tahun 2011 balita yang mengalami gizi buruk sebanyak 72 balita dan tahun 2012 turun menjadi 28 balita, namun pada pertengahan tahun ini meningkat lagi menjadi 42 balita.
Karenanya, lanjut Supranoto, penanganannya harus melibatkan sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait, baik yang menangani masalah kemiskinan, kesehatan serta sosial. "Kalau kami harus bekerja sendiri juga tidak mungkin, karena masalah gizi buruk ini juga perlu penanganan lintas-SKPD terkait," ujarnya mengakhiri.