REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menilai pembatalan Keppres nomor 3 tahun 1997 tentang pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol oleh Mahkamah Agung menjadi spirit tersendiri bagi DPR. Karena RUU Anti Minuman Beralkohol yang tengah digodok di Badan Legislasi harus segera dipercepat penyusunannya.
"Ini menunjukkan momentum hukum yang strategis bagi RUU anti miras untuk segera diselesaikan," kata Sekretaris Fraksi PPP, Arwani Thomafi saat dihubungi, Sabtu (6/7).
Memang, lanjut Arwani, beberapa daerah telah memiliki aturan sendiri-sendiri tentang pengendalian minuman beralkohol. Tetapi, secara keseluruhan tetap dibutuhkan UU sebagai payung hukum. Sehingga tercipta regulasi yang lebih kuat. Dan sifatnya mengayomi seluruh wilayah kesatuan Indonesia.
Di sisi lain, putusan MA menjadi koreksi tersendiri terhadap keppres 3/1997. Dengan begitu, dalam pembahasan dan penyusunan naskah dan substansi RUU anti miras, perlu dilakukan penyesuaian. Sehingga produk legislasi yang dihasilkan tidak mudah dibatalkan dan memang berguna bagi kemaslahatan bersama masyarakat Indonesia.
MA mengabulkan sepenuhnya permohonan judicial review dari Front Pembela Islam (FPI) sebagai pemohon. Putusan judicial review diketok pada 18 Juni 2013 itu menyatakan Keppres 3/1997 tidak berlaku karena secara nyata Keppres itu tidak dapat menyelenggarakan ketenteraman masyarakat.
Keppres tersebut dinilai bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Juga bertentangan dengan UU No 36/2009 tentang Kesehatan, UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No 7/1996 tentang Pangan.
Dalam Keppres itu disebutkan, peredaran miras/minuman keras kategori B dan C (lebih dari 5 persen alkoholnya) hanya di hotel, restoran, bar dan tempat tertentu. Keppres ini menjadikan DPRD tidak bisa membuat Perda antimiras.