Jumat 12 Jul 2013 13:52 WIB

Nasir Djamil: Kemarahan Napi karena Kemenkum HAM Zalim

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Djibril Muhammad
Anggota DPR asal PKS Nasir Djamil (kiri)
Foto: Antara
Anggota DPR asal PKS Nasir Djamil (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil memperkirakan kasus kemarahan para napi di Lapas Tanjung Gusta Medan yang berujung ke pelarian diri akan dicontoh para napi di Lapas lain.

Sebab saat ini para napi memiliki kegelisahan yang sama terhadap sistem peradilan dan hukum yang ada di Indonesia. "Di daerah pemilihan saya ada info sejumlah napi korupsi dan narkoba mulai resah dan berpotensi anarkis," kata Nasir ketika dihubungi Republika, Jumat (12/7).

Anggota DPR Dapil Aceh ini mengatakan akumulasi kegelisahan bisa menimbulkan kemarahan yang luar biasa. Menurut Nasir kemarahan para napi dipicu ulah Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) yang telah bertindak zalim.

Dia mengatakan para napi yang mestinya sudah bebas terpaksa mesti tetap mendekam karena keberadaan Peraturan Pemerintah (PP) No. 99 tahun 2012. "Orang kalau sudah marah tidak bisa kontrol," ujarnya.

PP 99 tahun 2012 mereduksi pengurangan hukuman bagi napi dan membuat mereka semakin menderita. Padahal menurut Nasir semangat pemidanaan tidak boleh dimaksudkan untuk membuat seseorang menderita dan merasa direndahkan harkat martabat kemanusiaannya. "PP tersebut menurut saya telah melanggar hak asasi manusia," katanya.

Kemenkum HAM perlu mengevaluasi dan mengusulkan kepada pemerintah mencabut PP tersebut. Nasir menyatakan pemerintah jangan menunggu kemarahan napi meluas baru mengambil tindakan. Sebab menurut dia, semangat memberi efek jera lewat hukuman tetap mesti mengacu pada konstitusi.

"Padahal visi Kemenkum HAM itu menjaga hak asasi manusia. Tapi justru ada pejabatnya yang melakukan sebaliknya," kata Nasir seraya menyesalkan.

Dengan alasan kejahatan yang dilakukannya merupakan kejahatan luar biasa yang mengakibatkan kerugian besar bagi negara atau masyarakat, dan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat, Pemerintah resmi memperketat pemberian hak remisi, asimilasi dan bebas bersyarat bagi narapidana (Napi) tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional lainnya.

Ketentuan yang memperketat pemberian remisi, asimilasi, dan bebas bersyarat bagi Napi tindak pidana terorisme, korupsi, Narkoba (termasuk di dalamnya narkotika dan prekursor narkotika, dan psikotropika) kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisir lainnya itu tertuang dalam Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 12 November 2012 lalu.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement